SITUBONDO, Penarakyat.com – Pemerintah Kabupaten Situbondo mengadopsi pendekatan yang tak biasa dalam upaya menekan peredaran rokok ilegal. Melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kampanye bertajuk “Gempur Rokok Ilegal” kini menyasar ruang-ruang publik dengan memanfaatkan salah satu moda transportasi tertua dan paling dekat dengan kehidupan masyarakat: becak.
Di pusat kota Situbondo, puluhan becak terlihat melintas dengan stiker dan poster kampanye menempel di bagian belakang dan samping kendaraan. Total 150 becak menjadi medium sosialisasi bergerak, menyebarkan pesan edukatif kepada warga yang beraktivitas di jalan-jalan utama, pasar, terminal, hingga kawasan perniagaan.
Kepala Dinas Kominfo Situbondo, Ana Kusuma, mengatakan langkah ini dipilih karena efektivitasnya menjangkau masyarakat dari berbagai lapisan.
“Kami ingin memastikan pesan mengenai bahaya rokok ilegal sampai kepada masyarakat secara luas. Becak memiliki mobilitas tinggi dan dekat dengan warga. Cara ini sederhana, tapi dampaknya besar,” kata Ana kepada wartawan. Sabtu(25/11/2025).
Kampanye ini hadir di lokasi-lokasi strategis seperti Alun-alun Situbondo dan wilayah Besuki, tempat perputaran aktivitas warga cukup tinggi. Dengan desain visual mencolok, pesan mengenai bahaya mengonsumsi rokok tanpa pita cukai diharapkan mudah dikenali dan terus diingat oleh masyarakat.
Namun, kampanye ini bukan sekadar pemasangan media visual. Sebelum stiker dan poster dipasang, para pengemudi becak terlebih dahulu mendapatkan pengarahan singkat mengenai isi pesan kampanye. Mereka diminta untuk membantu menyampaikan informasi tersebut kepada penumpang dan warga yang mereka temui.
“Para pengemudi becak ini menjadi agen sosialisasi bergerak. Mereka bukan hanya membawa pesan melalui visual, tetapi juga berinteraksi langsung dengan masyarakat,” jelas Ana
Program “Gempur Rokok Ilegal” ini merupakan kolaborasi antara Kominfo Situbondo, Bea Cukai Jember, dan Paguyuban Becak Situbondo. Upaya lintas instansi tersebut dilakukan untuk melindungi konsumen dari bahaya produk ilegal, sekaligus menjaga iklim usaha yang sehat.
Bea Cukai Jember turut mendukung dengan memberikan materi edukasi yang digunakan dalam kampanye visual di lapangan. Sementara paguyuban becak memberikan dukungan penuh dengan menggerakkan anggotanya untuk turut terlibat secara aktif.
Ana menyebut, biaya produksi stiker dan poster relatif terjangkau, namun memiliki tingkat visibilitas yang tinggi. Hal ini membuat pendekatan ini dinilai efektif sebagai metode sosialisasi jangka panjang dibandingkan kampanye konvensional yang membutuhkan biaya besar.
Peredaran rokok ilegal di sejumlah daerah di Indonesia masih menjadi tantangan besar. Produk tanpa pita cukai resmi tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga membuka ruang bagi beredarnya produk yang tidak memenuhi standar kesehatan.
Pemerintah berharap masyarakat semakin memahami risiko tersebut dan ikut berperan serta dalam memutus rantai peredarannya.
“Kami ingin masyarakat sadar bahwa membeli rokok ilegal berarti ikut merugikan negara dan membuka peluang bagi peredaran barang yang tak memenuhi standar kesehatan,” ujar Ana.
Bagi para pengemudi becak, keterlibatan dalam program ini memberikan pengalaman baru. Beberapa di antaranya mengaku senang bisa ikut berkontribusi dalam kampanye sosial.
“Penumpang sering bertanya soal poster di becak saya. Dari situ saya jelaskan sedikit yang saya tahu,” kata seorang pengemudi becak di kawasan Alun-Alun Situbondo.
Kampanye melalui becak ini hanya salah satu rangkaian dari upaya lebih besar yang dilakukan pemerintah daerah untuk menekan peredaran rokok ilegal. Selain pemasangan media visual, kegiatan ini didukung dokumentasi, publikasi media sosial, hingga dialog langsung dengan warga.
Ana menegaskan, keberhasilan program ini membutuhkan keterlibatan masyarakat secara kolektif.“Dengan partisipasi aktif masyarakat, kami optimistis peredaran rokok ilegal dapat ditekan, dan Situbondo bisa menjadi wilayah yang lebih aman dan tertib dalam peredaran produk tembakau,” pungkasnya.
Dalam lanskap informasi yang serba cepat, pendekatan sederhana melalui becak menjadi contoh bahwa edukasi publik tak selalu membutuhkan teknologi canggih. Terkadang, kendaraan tradisional yang telah menjadi bagian dari keseharian warga justru mampu menyampaikan pesan dengan lebih efektif dan dekat. (Ufil/ADV).










Tinggalkan Balasan