Usut Dana Pokir 35 Legislator, Tantangan Baru Menanti Pejabat Kajari Sidrap

Usut Dana Pokir 35 Legislator, Tantangan Baru Menanti Pejabat Kajari Sidrap

SIDRAP, Penarakyat.com — Tidak lama lagi pejabat Kepala Kejaksaan Negeri akan aktif memulai tugas barunya di Kabupaten Sidrap.

Sesuai surat keputusan mutasi Kejagung RI, Kepala Kejaksaan Sidrap akan di embang oleh Sutikno,SH,MH menggantikan Hj.Hasnadirah,SH.MH yang bertugas di jajaran Kejati Jawa Tengah, tepatnya Kajari Purworejo.

Sesuai jadwal informasi, Selasa tanggal 9 Juli 2024 jabatan Kajari Sidrap akan diserahterimakan di Kajati bersama tiga jabatan Kajari lainnya di Sulsel.

Nah, sejumlah persoalan pengelolaan anggaran APBD Sidrap diharapkan jadi perhatian serius oleh pejabat baru Kajari Sidrap Sutikno.

Salah-satunya menanti di telusuri penggunaannya adalah Dana Pokok Pikiran (Pokir) di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Anggaran pokir pun pada setiap Tahunnya cukup fantastis di anggarkan dan selalu melekat di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Padahal alokasi Pokir legislatif Sidrap ini tidak diperbolehkan membebani APBD Kabupaten karena sifatnya tidak wajib.

Namun, faktanya di Kabupaten Sidrap, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ini selalu tercatat setiap tahunnya sejak periode 2019 hingga sekarang.

Sehingga harapannya, masyarakat Sidrap menginginkan pejabat baru Kejaksaan Negeri ini berani buka-bukaan menelusuri akar sumber dana Pokir dan penggunaannya di 35 anggota Legislatif Sidrap ini.

Pasalnya, di lembaga DPRD Sidrap ini, di duga penggunaan anggaran Pokir tidak sepenuhnya ada pertanggung jawaban pelaksanaan sesuai usulan.

Sebab, hampir rata-rata dana Pokir tersebut di kelola langsung oleh anggota Dewan kepada Konstituennya.

Sehingga, pihak Kepala Kejaksaan yang baru bersama Seksi Pidana Khusus (Pidsus) diharap tegas berani mengaudit dana pokok pikiran DPRD Sidrap tersebut.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberi warning dan mengingatkan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk tidak memaksakan pokok-pokok pikiran (Pokir) garap APBD.

Apalagi jika daerah tersebut tergolong memiliki anggaran kecil seperti beberapa daerah di wilayah Indonesia Timur yang masih mengharapkan anggaran dana pusat.

Pokir memang merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan agar diperjuangkan di pembahasan RAPBD.

Pokir memiliki peran yang sangat strategis dalam Proses Penyusunan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), karena dalam Pokir tersebut sering kali muncul usulan yang sifatnya Inovativ.

Terkadang belum tersampaikan dalam Musrembang, terkadang belum terpikirkan oleh perangkat daerah, mengakar dari masyarakat, namun sesuai Kebutuhan dalam skala Kabupaten/kota.

“Namun demikian, kondisi anggaran daerah yang tergolong kecil harus dikelola dengan baik. Jangan paksa Pokir plus anggota dewan yang tidak sesuai aturan,” kata Kasatgas Korsub KPK Wilayah Lima, Dian Patria sesuai yang dikutip dari siwalima.com, Sabtu, 6 Juli 2024.

Dian menjelaskan, Pokir Plus adalah bentuk pelanggaran hukum. Pasalnya diusulkan dan Langsung dikerjakan sendiri oleh Anggota DPRD atau pihak lain yang ditunjuk oleh Anggota Legislatif.

“Pokir Plus itu melanggar aturan. Itu diusulkan sendiri oleh anggota DPRD, kemudian dia pula yang mengerjakan. Tentu ini pelanggaran hukum. Kalau masih ada yang mencoba bermain, ya akan kita sikat,” ucap Kasatgas Korsub KPK.

Pemaksaan Pokir yang tidak sesuai Aturan tentu akan membebani anggaran daerah.

Patria meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak membangun konspirasi dengan DPRD.

“Jangan dipaksa mendorong Pokir tidak sesuai aturan. Mestinya, satu minggu sebelum Musyawarah Pokir sudah harus dimasukan. Anggaran Daerah yang tergolong kecil itu otomatis akan membenahi keuangan daerah. Jangan TAPD berkonspirasi dengan Dewan,” ujar Kasatgas Korsub KPK.

“Kami Ingatkan bahwa, sebagian besar Daerah di Indonesia Timur masih mengharapkan Dana dari Pusat. Pasar Retribusi tidak cukup 5%, Belanja Pegawai 43%, Kemudian Belanja Pendidikan 20%, Kesehatan 10%, Infrastruktur 40%, tentu Penyerapannya harus dilakukan dengan Prinsip Akuntabel. Jadi Keuangan Daerah yang kecil dan masih mengharapkan bantuan pusat itu harus dikelola dengan baik untuk kepentingan pembangunan dan Layanan Publik,” pungkas Kasatgas Korsub KPK. (Riss)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *