SIDRAP, Penarakya.com – Sejumlah kontraktor lokal di Kabupaten Sidrap mengeluhkan tingginya pajak atas pemanfaatan galian C yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidrap.
Mereka menilai kebijakan ini memberatkan dan berdampak negatif pada keuangan perusahaan, terutama di proyek-proyek dengan anggaran kecil.
Seorang kontraktor, yang tidak ingin identitasnya disebutkan, menyampaikan bahwa ketidakjelasan dalam penentuan standar pajak galian C menjadi salah satu penyebab kerugian yang mereka alami.
Menurutnya, besaran pajak tidak memiliki dasar acuan yang transparan. “Di RAB proyek, tidak ada keterangan mengenai pajak galian C ini. Jadi, saya heran penetapannya berdasarkan peraturan apa? Jelas kami dirugikan, terutama di proyek-proyek beranggaran kecil tetapi pajaknya sangat tinggi,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Ia berharap Pemkab dan DPRD Sidrap bisa segera meninjau ulang kebijakan pajak galian C, yang dinilainya terlalu tinggi.
“Kami harus membeli material seperti batu dan pasir, di mana terdapat biaya angkut yang cukup besar. Seharusnya, pemerintah mempertimbangkan kebutuhan kami terhadap material galian C. Proyek ini untuk kebutuhan masyarakat Sidrap juga. Kenapa kontraktor lokal malah dirugikan?” tambahnya.
Selain itu, ia menilai bahwa pemerintah daerah salah dalam menerapkan pajak galian C. Seharusnya, pajak tersebut dikenakan kepada pemegang izin galian, bukan kepada kontraktor penyedia jasa.
“Bayangkan, jika pajak galian C mencapai 20% dari nilai RAB dan tidak tercantum dalam kontrak. Misalnya, untuk proyek senilai satu miliar rupiah, pajak galian C bisa mencapai Rp200 juta. Beban ini sangat memberatkan,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa aturan mengenai galian C sebenarnya menjadi kewenangan pemerintah provinsi, namun pemungutannya masih dilakukan di tingkat kabupaten. Padahal, sesuai Undang-Undang Minerba yang baru, urusan pajak galian C seharusnya dikelola oleh pemerintah Provinsi Sulsel.
Para kontraktor mempertanyakan dasar hukum yang dipakai Pemkab Sidrap dalam penetapan pajak ini. Mereka berharap adanya kejelasan apakah kebijakan ini diatur dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati (Perbub). (Riss/*)