WAJO, penarakyat.com — Bupati Wajo Dr.H.Amran Mahmud,S.Sos,M.Si, menghimbau masyarakatnya untuk ikut serta dalam sensus penduduk tahun 2020. Sensus penduduk merupakan program nasional menyiapkan data dasar terkini baik ditingkat nasional maupun daerah termasuk Kabupaten Wajo.
“Mari kita update data kependudukan kita semua secara mandiri melalui aplikasi on-line dan mandiri di bulan februari dan Maret 2020,” kata Amran Mahmud saat menerima kunjungan kepala BPS Wajo Ir. Syahrir Wahab, M.Si didampingi Kadis Capil Kab.Wajo Dra.Dahniar diruang kerjanya pada hari ini, Selasa, 04/02/2020.
Orang nomor satu di Kabupaten Wajo tersebut mengatakan, untuk ikut mensukseskan sensus penduduk, caranya mudah dan akan dibimbing oleh petugas yang ditunjuk oleh BPS Kabupaten Wajo.
“Dan dilanjutkan pada bulan juni 2020 di rumah kita masing masing dengan memberikan jawaban yang jujur dan sebenarnya,” katanya.
Kesadaran masyarakat terhadap data dalam hal ini menjadi aspek terpenting. Bersedia menjadi responden saja tidaklah cukup. Lebih dari itu, masyarakat perlu memberikan informasi yang apa adanya saat didata.
“Karena dampak kebijakan yang diambil pemerintah bisa salah jika datanya salah,” ungkap Bupati Wajo.
Belum lagi, kata Dia, saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan pendataan (sensus) itu identik dengan bantuan langsung.
“Anggapan tersebut berakibat timbulnya kesalahan (bias) informasi yang besar, mengakibatkan data tidak berkualitas, bahkan menambah kerugian negara,” katanya.
Beberapa manfaat metode kombinasi SP 2020 akan memotret penduduk yang belum memiliki KK dan atau KTP, penduduk yang beridentitas domisili lebih dari satu, komposisi penduduk, migrasi, juga bisa melihat karakteristik penduduk lainnya.
“SP 2020 bukanlah milik BPS, bukan pula menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pengambil kebijakan. SP 2020 sesungguhnya adalah milik kita semua yang harus disukseskan,” ujarnya.
Menurutnya, cukup dengan melakukan sensus daring pada laman sensus.bps.go.id, seluruh data penduduk akan terekam menjadi Satu Data. Melalui SP 2020, program Satu Data diharapkan memberi manfaat sekaligus menyelamatkan pembangunan bangsa.
Kunjungan Kepala BPS Wajo Ir. Syahrir Wahab, M.Si, ke Pemkab Wajo sendiri dalam rangka menyampaikan pelaksanaan sensus penduduk tahun 2020 merupakan program nasional yang direncanakan pada tanggal 17 Februari 2020 secara online secara serentak dan berakhir pada tanggal 31 maret 2020.
“Data sudah satu berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 39 Tahun 2019 tentang Satu Data ini Selaras dengan harapan Bupati Wajo dan Wakil Bupati Wajo dengan satu data tidak ada lagi kesalahan dalam merencanakan pembangunan kedepannya dalam rangka mewujudkan Pemerintahan Amanah menuju Wajo Maju dan Sejahtera,” katanya.
Program Satu Data ini menjadi jembatan antara kementerian/lembaga bahkan Kab/Kota yang kerap mengalami perbedaan data, misalnya data jumlah penduduk.
Selama ini, antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dan Badan Pusat Statistik (BPS) kerap merilis angka jumlah penduduk yang berbeda. Selain itu, BPS dan Dukcapil memiliki konsep yang berbeda dalam mendefinisikan penduduk. Hal ini tentu menjadi persoalan serius mengingat kebijakan pemerintah yang berbasis data penduduk demikian banyak.
Selain membangun basis data terpadu, program Satu Data juga memerlukan pembangkit data komprehensif dan menciptakan masyarakat sadar data. Dalam hal ini, SP 2020 menjadi harapan utama dalam membangkitkan data kependudukan.
“SP 2020 juga berperan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya data kependudukan yang secara kontinu diperbarui,” kata kepala BPS Wajo Ir. Syahrir Wahab, M.Si.
Melalui SP 2020, semua penduduk nantinya akan dicacah secara lengkap. Tujuannya mengetahui perubahan jumlah, termasuk komposisi dan perpindahan penduduk. Selain itu, karakteristik kependudukan juga “ditangkap” untuk melengkapi informasi untuk mendukung program Satu Data besutan presiden.
Membangun itu mahal, tapi membangun tanpa data jauh lebih mahal. Presiden Jokowi bahkan menyebutkan data lebih berharga daripada minyak. Pernyataan tersebut relevan dengan beragam kebijakan nasional saat ini mengingat kebutuhan data sebagai bahan baku pengambilan keputusan semakin tinggi.
Bagaimana mungkin membangun sebuah gedung Sekolah Menengah Atas (SMA), sementara lokasinya saja tidak diketahui? Bagaimana bisa menentukan besarnya Dana Alokasi Umum (DAU), sedangkan data jumlah penduduknya tidak tersedia? Tanpa data, bisa jadi gedung SMA yang dibangun malah berlokasi di pegunungan, area rawa, atau wilayah terisolir. Bisa saja DAU justru menimbulkan polemik akibat dinilai tak adil karena data penduduknya dibuat di atas meja atau “jatuh dari langit”. (humas/cr1)