WAJO, Penarakyat.com — Seminar Nasional Ulat Sutra potensi bisnis dan budidaya ulat sutera di Indonesia yang berlangsung di Auditorium DRH. R. Soepardjo di Universitas Gajah Mada, Jogjakarta Kamis 17 Oktober 2019.
Sambutan dari Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof. Ali Agus mengatakan, siang ini membicarakan salah satu output yang tidak banyak dibicarakan orang, yaitu ulat sutra dan ini banyak disenangi oleh wanita khususnya yang suka memakai pakaian Sutra.
Dikatakan siapa yang menghasilkan Sutra ini, yaitu ada semacam binatang kecil yang mungkin kita agak jijik melihatnya yaitu ulat. Ulat yang menjadi salah satu penghasil serat dan itu serat alami yaitu Sutra.
“Hanya sayang kita di Indonesia masih tertinggal atau tidak peduli, yang sebenarnya ada potensi tapi tidak kita pedulikan, utamanya dari segi bisnis dan keilmuannya tetapi kita tertinggal, salah satunya dengan ulat sutra para peternak kita, peternak ulat sutra, menjadikan benang sutra bisa dipintal menjadi aneka produk Sutra dan ini nilai ekonominya atau nilai jualnya tidak rendah, Ini semua adalah serat alam, kata Prof. Ali Agus.
Dan dikatakan kalau nantinya akan dibahas oleh Bupati Wajo sebagai narasumber pada hari ini, dia sangat peduli kepada perulat suteraan dan Kabupaten Wajo adalah salah satu sentra Sutra, peternakan ulat sutra, penghasil benang sutra dari ulat sutra.
Dari sesi pemaparan ulat sutera yang menjadi moderator adalah Dr. Ir Endy Priyananta S,Pt yang merupakan dosen dari laboratorium ilmu dan teknologi fakultas peternakan UGM.
Adapun pembicara atau narasumber diantaranya Sukirno, S.Si., M.Sc., Ph.d Dosen Biologi UGM pakar Ulat Sutra Liar dan Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si. insiator pengembangan Persuteraan di Wajo.
Di persentase awal Bapak Dr. Sukirno yang memaparkan potensi dan juga keilmuan budidaya ulat sutera di Indonesia dan mengatakan kalau bicara tentang ulat sutra berarti membicarakan atau menyinggung tentang Sutera liar dan Bupati Wajo akan lebih menyinggung tentang ulat sutra Murbey.
“Ulat sutra liar dulunya ditangkap sebagai hama dan bila kita punya tanaman alpukat atau Kedondong yang daunnya tiba-tiba habis, kemudian ada ulat bulu yang warna merah coklat maka itu adalah ulat sutera liar yang memakan daunnya dan itu ada pada pohon rambutan dan pohon kedondong,” kata Dr. Sukirno.
“Padahal ini dianggap merugikan karena ini bisa menghasilkan kokon Sutra dan secara alamiah dia membantu pohon tersebut untuk menghasilkan atau meningkatkan buah sekitar 35%,” Dr. Sukirno menambahkan.
Selanjutnya pembicara atau narasumber berikutnya dari Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si yang menyampaikan bahwa penggunaan pakaian Sutra menjadi pakaian resmi untuk berkantor di Kabupaten Wajo di setiap hari Kamis, seluruh ASN harus pakai pakaian Sutra supaya pengrajin pengrajin Sutra yang hampir 7 ribuan bisa berdaya dan biasanya selalu mengeluh tentang bahan baku, ulat sutra yang diproduksi Perhutani tapi tidak mampu bersaing.
“Perhutani tidak mampu menghadirkan kualitas dan tidak mampu bersaing dengan telur impor dari China, kalau Perhutani kita paling hanya 12% saja mampu mengambil benang sutra dari satu kokon, kalau telur dari Cina bisa sampai 17% dan kualitasnya lebih kuat tidak putus-putus dan sebagainya kalau dipintal,” kata Bupati Wajo.
“Saya ingin hadir di tempat ini untuk curhat secara nasional, agar kita bisa memohon kepada ilmuwan-ilmuwan kita dari UGM atau dari manapun, untuk membantu kita untuk memikirkan supaya kita bisa memproduksi telur sendiri, karena kalau pesan dari Cina aturannya terlalu rumit, juga terkait perizinannya, izin impor telur harus di karantina dan lain sebagainya jadi mendatangkannya harus secara bertahap,” Dr. H. Amran Mahmud menambahkan.
Dan dikatakan kalau satu kokon kalau dipintal bisa 600 sampai 900 meter, aslinya satu sarung Sutra asli cuma satu genggam, dan makana dari ulat sutra itu adalah murbei dan bisnis ini sangat layak karena bisa main di Hulu sampai Hilir.
“Kalau di daerah kami pemintalan ada dua macam ada pemintalan tradisional dan ada juga pakai mesin. pertenunannya juga ada tiga macam ada alat tenun bukan mesin ada yang sudah pakai mesin dan ada yang masih pakai gedongan, dan Pak Jusuf Kalla menjadi langganan kami di kabupaten Wajo karena dia suka ciri khas sarung sutra kita, karna sarung sutra kita memang memiliki ciri khas yang dia sukai,” jelas Bupati Wajo.
Dan dikatakan kalau Sarung Sutra ini sudah di daftar menjadi warisan tak benda yang sudah dipatenkan secara nasional, demikian juga coraknya juga akan dipatenkan, tentu ini bisa meningkatkan ekonomi kerakyatan, perluasan kesempatan kerja dan peluang bisnisnya sangat banyak dan ini juga merupakan program pemberdayaan masyarakat, kami akan terus supaya banyak lapangan kerja yang buat masyarakat Wajo.
“Ini juga merupakan program pemberdayaan masyarakat kita, kemudian supaya banyak lapangan lapangan kerja yang buat masyarakat kita dan ini sudah menjadi pakaian adat sejak tahun 50-an itu sudah diperkenalkan di daerah kami,” jelas Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M Si.
“Kami sekarang ini membina 10 kelompok tani sebanyak 120 orang petani yang kita edukasi kembali, karena mereka rata-rata sudah beralih bercocok tanam jagung dan coklat yang tadinya mereka menanam murbei, secara ekonomi murbei itu satu kali tanam bisa beberapa kali panen daunnya, dan baru 100 hektar kebun murbei yang kami bina,” Bupati Wajo menambahkan.
Dan dijelaskan kalau dari 900 ton kebutuhan kita baru 3 ton untuk Wajo, dan itu baru 0,5% yang bisa dipenuhi.
Bupati Wajo juga berharap nanti melalui akademis akademisi, untuk melakukan riset, dan Pemda Wajo siap kerjasama dengan UGM, Alhamdulillah dengan Prof. Ali sudah MoU untuk mengembangkan berbagai kegiatannya.
Dan dikatakan juga kalau mudah-mudahan nanti ada riset yang bisa membuat indukan telur sendiri, itulah cita-citanya, minimal dia rintis, karena kalau ini bisa dikembalikan maka ini luar biasa ketika mampu membuat indukan sendiri dan mudah-mudahan Dr. Soekirno bisa membantu.
“Kami dari Pemda siap untuk fasilitasi sarana dan prasarananya, bahkan Gubernur Prov. Sulsel siap membuat laboratorium untuk dilakukan riset terus, sehingga dapat ulat yang berkualitas dan cocok,” jelas Bupati Wajo.
“Ada kawasan desa yang kami bangun disetiap Kecamatan untuk melakukan pembinaan tersendiri ada produksi tas, dasi dan souvenir dari sutra khas yang ada di daerah kami, dan disetiap acara di Wajo juga memakai pakaian Sutra di setiap acara besar di daerah,” Bupati Wajo menambahkan.
Dan dikatakan kalau mudah-mudahan ini bisa jadi forum solusi untuk menangkap peluang, dan Wajo siap berkolaborasi dengan UGM dengan seluruh pelaku-pelaku yang hadir di kesempatan ini, dan akan membangun jenjang yang baik. Acara kemudian dilanjutkan dengan acara tanya jawab dengan dua sesi. (Humas Pemkab Wajo)