SIDRAP, Penarakyat.com — Cerita Pendek (Cerpen) yang ditulis Risman bin Basri salah satu narapidana narkotika Rutan Kelas IIB Sidrap berhasil meraih juara III Nasional.
Hal itu diketahui saat acara penyerahan remisi umum HUT ke-75 RI secara nasional melalui sambungan jaringan virtual, Senin, 17 Agustus 2020.
Kepala Rutan Kelas IIB Sidrap, Mansur merasa bersyukur atas juarang yang diraih oleh warga binaannya itu.
“Saat dibacakan nama-nama pemenang lomba dari berbagai kategori. Tak disangka, nama Risman napi asal Lainungan, Kecamatan Watang Pulu meraih juara III tingkat nasional,” ucapnya.
Adapun judul cerpen milik Risman yang meraih juara itu yakni Filosofi Pohon. Diketahui, Risman bisa meraih juara berkat bimbingan Akmal salah satu petugas Rutan Kelas IIB Sidrap.
Berikut tulisan Cerpen Risman yang berjuduk Filosofi Pohon :
Tuhan telah menciptakan berbagai macam makhluk yang mengisi kehidupan dunia. Setiap makhluk
sekecil apa pun mereka memiliki tujuan dan makna dalam penciptaannya. Berbagai pelajaran dan
makna kehidupan dapat kita raih selama kita ingin membuka mata, hati, dan pikiran kita dalam menyerap setiap inci aspek dari kehidupan setiap makhluk. Tidak terkecuali tetumbuhan atau pun
pepohonan. Dalam bentuk mereka yang pasif tanpa gerak berbagai pelajaran dan makna hidup dapat kita petik.
Sebuah pohon yang besar pasti diawali oleh sebuah biji atau benih yang kecil dan rapuh. Benih dan biji yang meski pun rapuh tapi adalah bentuk pilihan dan bentuk terbaik dari spesies mereka. Bibit ini kemudian akan berkembang melengkapi dirinya dengan berbagai organ yang tercipta sebagai
produk hasil evolusi dari alam.
Bentuk yang dikenal saat ini tidak luput dari tempaan dan bentukanyang memerlukan waktu hingga beribu tahun untuk mencapai fisik yang terbaik yang tampak di mata kita. Dan ketika tiba saatnya kelak, ia harus meneruskan regenerasi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, bibit dan biji yang baru akan muncul menggantikan posisi spesies mereka yang telah habis masa hidupnya.
Selayaknya pohon, seorang manusia pun lahir dari pembuahan sel-sel yang tak kasat mata. Sel-sel terbaik dan pilihan yang dalam perjuangan untuk dapat mempertahankan hidup dan menciptakan kehidupan, tidak akan pernah berhenti hingga takdir menyatakan tugas mereka telah usai.
Sel tak kasat mata yang mampu bertahan akan melalui tahap penciptaan kehidupan yang melahirkan
bentuk darah, daging, tulang, hingga tersusunlah fisik seorang insan yang sempurna.
Bahkan ketika hidup kita masih hanya bagian dari partikel kecil tak terlihat, kita telah belajar arti berjuang. Berjuang
untuk bertahan, belajar untuk menciptakan, dan belajar untuk menyesuaikan diri.
Pernahkah kita memperhatikan bagaimana sebuah pohon yang rindang dapat terus tumbuh
menjulang ke atas namun tidak melupakan untuk melebarkan jangkauan ranting-rantingnya ke
samping. Jangkauan ranting dan dedaunan yang akan melindungi kehidupan lain yang bernaung di
bawahnya.
Pohon tidak akan pernah bertindak egois untuk hanya tumbuh menjulang memenuhi kebutuhannya akan sinar matahari dan melupakan unsur kehidupan lain yang ada di sekitarnya. Setiap helai daunnya menciptakan udara yang menjadi unsur utama makhluk hidup lainnya dalam bernafas. Setiap lembaran daun menciptakan naungan suasana sejuk yang segar dan melahirkan kenyamanan bagi setiap makhluk.
Bahkan ketika dedaunan itu menguning dan jatuh berguguran, ia masih akan bermanfaat dalam menciptakan kesuburan bagi tanah tempat ini menjejakkan akarnya. Batang dan dahan yang kokoh nan kuat menjadi tempat sandaran makhluk dari dalam mengistirahatkan dirinya setelah melewati perjuangan panjang dalam siklus kehidupan.
Batang dan dahan yang juga menjadi saksi kelahiran kehidupan-kehidupan lain yang menggantungkan hidup
mereka pada sebuah pohon. Menggantungkan nasib mereka dalam mencari perlindungan dari para
pemangsa.
Belajar dari filosofi bagian tubuh pada sebuah pohon, sudah selayaknya sebagai seorang insanberakal untuk pandai mempelajari dan mencari hikmah atas penciptaan diri kita dalam kehidupan.
Seorang manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah dalam hidupnya.
Ia dituntut untuk mampu hidup layaknya sebuah pohon, berjuang untuk bertahan namun disisi lain memberikan penghidupan dan naungan bagi makhluk lainnya.
Mewujudkan suatu keseimbangan dan keselarasan dalam alam. Lakukan dan kerahkanlah upaya terbaik yang bisa kita lakukan dalam hidup. Dedikasikan hidup kita dengan penuh keikhlasan untuk bisa berguna dan bermanfaat.
Sebuah pohon tidak akan menunjukkan amarahnya walaupun badai mencoba untuk merobohkannya Pohon tidak akan membalas akan perlakuan makhluk yang merusaknya bagian tubuhnya. Pohon tidak pernah melayangkan tanda protes ketika ia dipaku dengan berbagai dekorasi saat kampanye pemilu atau momen-momen seperti 17 Agustus.
Pohon tidak mengenal dendam dan marah. Bisa saja, ia berhenti mengeluarkan buahnya sebagai tanda penolakan, bisa saja ia memilih untuk mengerdilkan dirinya dan berhenti menaungi makhluk lain sebagai bentuk pembalasan. Tetapi tidak, sebuah pohon tidak memilih jalan ini. Ia memilih untuk tetap tegar dan kokoh bertahan dengan
makna yang ia miliki.
Begitulah seorang manusia seharusnya mempelajari hakikat kesabaran. Jangan hanya karena gejolak wabah yang terjadi, membuat kita hanya mau menyalahkan keadaan dan tidak berbuat apaapa. Jangan hanya karena sebuah sandungan kecil membuat kita mengeluhkan pahitnya kehidupan yang telah dijalani di dunia.
Tidakkah kita pernah sadari bahwa di balik sandungan kecil, atau benturan besar selalu ada hikmah tersembunyi yang harus kita gali. Hikmah yang tidak akan pernah bisa ditemukan di awa ketika kita baru saja tersandung atau terbentur. Hikmah itu baru akan menampakkan dirinya ketika benturan dan sandungan itu telah kita selesaikan.
Buah yang lahir dari sebuah pohon tidak akan pernah terletak pada ujung pucuk daun teratas.
Buah yang dimiliki sebuah pohon akan ia pasangkan pada sulur yang akan terarah ke bawah mengikuti
kehendak gravitasi bumi. Sebuah pohon tidak akan menyembunyikan buahnya dalam titik tengah
batangnya. Bahkan ketika pohon meletakkan buahnya pada akar di dalam tanah, buah itu tidak akan
memberi kesulitan berarti ketika akan digali. Pohon tidak pernah kikir dan memperhitungkan setiap
buah yang ia hasilkan dan dipetik oleh makhluk lain.
Ia tidak pernah meminta bayaran untuk setiap buah yang dimakan makhluk lainnya untuk menghilangkan dahaga dan lapar mereka. Pohon sadar bahwa setiap buah yang dinikmati, memungkinkan generasi dirinya akan lahir dan tumbuh di tempat yang baru. Memberikan kehidupan dan naungan di ekosistem yang baru.
Sudahkah kita merasa seperti pohon yang mengikhlaskan buahnya untuk dinikmati oleh makhluk
lain. Tidak pernah merasa kikir dan tidak menuntut timbal balik atas setiap perbuatan baik yang kita
lakukan dalam hidup.
Tidakkah kita sadar bahwa perbuatan baik sekecil apa pun akan berbalik ke diri kita. Sebaliknya, perbuatan buruk meski hanya sebesar partikel atom sekalipun akan mendapat balasan. Balasan baik dan buruk ini dapat terjadi secara instan, ataupun menunggu sebuah momen yang tepat sebelum datang menghampiri kita. What goes around, comes around.
Karma, begitulah sebutannya. Sebuah pohon beringin tidak akan melahirkan lumut, sebuah pohon mangga tidak akan menghasilkan benalu. Ini jawaban atas karma baik yang pohon itu lakukan dalam kehidupannya.
Filosofi pohon ini kupelajari setelah memperhatikan berbagai fenomena alam yang di sekitarku.
Keberadaanku di balik jeruji besi penjara membuatku lebih banyak terdiam dan bertafakur dalam
memandang kekuasaan Tuhan.
Belajar makna dari setiap penciptaan dan tujuan hidup dari setiap makhluk. Perenungan-perenungan yang kulakukan membawaku pada momen di mana aku memilih untuk lebih banyak mendengar dan memperhatikan. Mempelajari setiap fenomena dan pergerakan di alam.
Alam memang ditakdirkan untuk menjadi tempat pertama seorang manusia dalam mencari ilmu dan di sinilah aku berada sekarang. Belajar dan menyerap setiap poin-poin penting kehidupan langsung dari makhluk ciptaan-Nya. Pangkajene, Sidenreng Rappang 11 Agustus 2020.
Risman Basri, salah satu narapidana yang sedang menjalani hukuman di Rutan Kelas II B Sidrap. Sudah lebih
dari setahun ini menjalani hukuman 5 tahun 2 bulan atas kasus narkotika yang menimpa dirinya. Pria
kelahiran Lainungan, Sidrap 30 tahun lalu ini menuliskan kisah pertobatannya menjadi sebuah cerita yang
diharapkan bisa menginspirasi. (*)