SUBULUSSALAM, Penarakyat.com — Desakan agar Wali Kota Subulussalam, H. Rasyid Bancin (HRB), mundur dari jabatannya mulai mengemuka. Namun di balik suara bising itu, tersimpan persoalan lebih kompleks: warisan defisit raksasa, ekspektasi publik soal janji kampanye lahan 2 hektar, dan indikasi tarik-menarik kepentingan politik.
Ketua Persatuan Pemuda Penanggalan (Perpena), RA. Jupri Bancin, memandang desakan tersebut prematur dan minim dasar hukum.
Menurutnya, pemerintahan HRB yang baru berjalan belum genap setahun tengah bekerja keras membenahi defisit anggaran yang membengkak akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya.
“Menilai kinerja kepala daerah harus objektif, bukan terburu-buru dengan vonis gagal. Defisit yang ditinggalkan sudah di luar kewajaran, dan sekarang sedang diselesaikan bertahap,” tegas Jupri kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).
Defisit Menggunung, Program Tersandera
Hasil penelusuran Penarakyat.com menemukan, APBD Subulussalam menghadapi beban defisit yang disebut-sebut mencapai angka ratusan miliar rupiah. Dampaknya, sejumlah program prioritas HRB tertunda pelaksanaannya.
Sumber internal Pemko menyebutkan, lebih dari 40 persen belanja wajib dialokasikan hanya untuk menutup sisa utang dan membayar kewajiban pemerintah daerah. Kondisi ini otomatis membuat program-program pembangunan baru berjalan secara bertahap.
“Kalau mau jujur, kondisi keuangan sekarang seperti menambal perahu bocor. Kalau dipaksakan ngebut, kita justru tenggelam,” ujar seorang pejabat Pemko yang enggan disebut namanya.
Janji Lahan 2 Hektar: Realistis atau Utopia Politik?
Salah satu titik kritik terbesar terhadap HRB adalah janji kampanye pemberian lahan 2 hektar per KK. Namun, menurut Jupri Bancin, publik belum sepenuhnya memahami mekanisme hukum dan tahapan teknis di balik kebijakan itu.
“Pembangunan kebun sawit berbeda dengan kebun jagung. Ada proses panjang mulai dari tata ruang, izin konsesi, hingga kesiapan bibit dan infrastruktur. Tidak bisa instan diwujudkan hanya dalam hitungan bulan,” jelasnya.
Dari catatan investigasi, rencana pembagian lahan itu memang masuk dalam program jangka panjang. Saat ini, Pemko sedang memetakan status tanah, melakukan pendataan calon penerima, serta menyiapkan skema kerja sama dengan investor perkebunan.
Tarik-Menarik Kepentingan Politik
Sejumlah analis menilai, desakan mundur HRB tak sepenuhnya murni lahir dari kekecewaan publik. Ada indikasi kuat bahwa peta kekuatan politik lama belum sepenuhnya menerima kepemimpinan baru.
Seorang pengamat politik lokal, Dr. Hasanuddin, menilai ada kelompok kepentingan yang merasa kehilangan akses terhadap proyek dan kebijakan strategis.
“Fenomena ini klasik. Setiap rezim baru biasanya akan mendapat perlawanan dari jaringan lama yang merasa kepentingannya terganggu. Desakan mundur seringkali hanya instrumen tekanan politik, bukan murni soal kinerja,” ujarnya.
HRB Fokus Benahi SDM dan IPM
Di tengah kritik dan desakan politik, HRB justru memilih membangun pondasi jangka panjang: peningkatan kualitas SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Beberapa program yang sudah berjalan antara lain:
- Sekolah Rakyat untuk membuka akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat pinggiran.
- Kerja sama strategis dengan universitas dan lembaga pelatihan guna mencetak tenaga kerja kompeten.
- Pembayaran gaji ASN dan perangkat desa tepat waktu, menandai perbaikan manajemen keuangan daerah.
Perlu Kesabaran, Bukan Penghakiman Prematur
Kondisi Subulussalam hari ini ibarat membangun rumah di atas pondasi retak. Pemerintahan HRB harus menambal defisit, menyiapkan lahan, dan membangun SDM sekaligus. Desakan mundur dalam situasi seperti ini lebih tampak sebagai perang wacana ketimbang kritik substantif.
“Kalau hanya mengukur kinerja dari soal jalan atau bangunan, jelas tidak relevan. Pemerintahan ini sedang menata dasar yang lebih penting,” pungkas Jupri Bancin. (Amdan Harahap)
Tinggalkan Balasan