SIDRAP, Penarakyat.com – Proyek pembangunan rabat beton di Lingkungan III Wala, Kelurahan Batu, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), terus menuai sorotan publik.

Dugaan keterlibatan anak di bawah umur dalam pekerjaan proyek tersebut kini berbuntut panjang, bahkan memicu desakan agar aparat penegak hukum turun tangan mengusutnya.

Informasi soal dugaan pekerja anak itu pertama kali diterima oleh Anggota DPRD Sidrap, Andi Tenri Sangka, yang akrab disapa Koboy dari Timur. Setelah menerima laporan masyarakat, ia langsung meninjau lokasi proyek.

“Hasil peninjauan kami di lapangan menunjukkan memang ada indikasi pekerja anak di bawah umur di lokasi proyek,” ujarnya, Senin (3/11/2025).

Proyek dengan nilai kontrak Rp183.260.000 itu dikerjakan oleh CV Bina Raya, bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2025, dengan masa pelaksanaan mulai 15 September hingga 13 Desember 2025.

Lokasi pekerjaan proyek rabat beton saat ini.

Andi Tenri Sangka menilai praktik tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 68 yang secara tegas melarang pengusaha mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun.

“Aturannya sangat jelas. Anak tidak boleh dipekerjakan dalam bentuk apa pun, apalagi dalam proyek pemerintah. Ini bukan soal sepele, karena menyangkut hak dasar anak dan citra penyelenggaraan pemerintahan,” tegasnya.

Ia mendesak Dinas Ketenagakerjaan dan Kepolisian untuk segera menindaklanjuti temuan tersebut.

“Kami minta aparat turun melakukan penyelidikan. Kalau benar terbukti ada pelanggaran, harus ada sanksi tegas. Negara tidak boleh menutup mata terhadap eksploitasi anak, sekecil apa pun bentuknya,” katanya.

Terpisah, perwakilan kontraktor CV Bina Raya, Aldi, membenarkan bahwa ada dua anak yang sempat ikut membantu pekerjaan proyek tersebut. Namun ia menegaskan bahwa hal itu terjadi karena keduanya datang saat libur sekolah dan ingin mencari uang jajan tambahan.

“Iya, memang ada dua anak yang ikut membantu kemarin, tapi hanya sebentar. Mereka baru kerja sekitar tiga meter lalu kami hentikan setelah ditegur,” jelas Aldi melalui pesan WhatsApp.

Meski demikian, kalangan masyarakat dan legislatif menilai alasan tersebut tidak dapat menghapus unsur pelanggaran hukum. Selain melanggar UU Ketenagakerjaan, praktik ini juga berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa setiap pihak dilarang menempatkan, membiarkan, atau mempekerjakan anak dalam situasi yang membahayakan keselamatannya.

Aktivis perlindungan anak di Sidrap turut menyerukan agar pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan proyek.

“Ini bukan hanya kesalahan kontraktor, tapi juga lemahnya pengawasan dari dinas teknis. Semua proyek pemerintah seharusnya memastikan tidak ada praktik yang melanggar hak-hak anak,” ujar salah satu aktivis yang enggan disebut namanya.

Kasus ini kini menjadi perhatian publik Sidrap. Masyarakat menunggu langkah nyata pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan dan menjamin agar setiap program pembangunan berjalan sesuai prinsip hukum dan kemanusiaan. (Riss)