SUNGGUMINASA, Penarakyat.com — Novia Ramdhani, pelajar kelas dua di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 22 Gowa, mengaku mendapat perlakuan kasar dari guru yang juga menjabat sebagai kepala sekolah, Raehana Kadriah, pada hari Rabu, 26 September 2018 lalu. Selain tindak kekerasan Novia juga dikenakan skorsing sejak 28 September hingga 8 Oktober 2018
“Saya ditempeleng, padahal saya hanya menjawab pertanyaan dari guruku,” kata Novia saat bertemu dengan Ketua Lembaga Perlindungan Hak-hak Sipil (LHPS) Makassar Djaya Jumain, Ahad (30/9/2018).
Novia menuturkan, awalnya dia berencana untuk meminta izin pulang ke rumahnya karena rok yang digunakan terkena bercak darah, karena pada hari kejadian dirinya sedang menstruasi.
“Saya pakai celana training, karena rok kotor kena darah. Saat itu saya menstruasi. Saya mau izin sebentar tidak mengikuti praktek di laboratorium. Tapi, belum sempat izin, ibu kepala sekolah (Raehana Kadriah) sudah menyalahkan lebih dulu,” terang Novia.
Dia bercerita, Raehana Kadriah selaku kepala sekolah awalnya bertanya tentang aturan pakaian dan Novia menjawab berdasarkan fakta yang ada.
“Tapi saya dibilang tidak punya rasa hormat, padahal saya hanya mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Saat saya bilang supaya diizinkan pulang dulu, mulutku malah dipukul,” ujar Novia.
Sementara itu, Jumiati Dg Simba orangtua dari Novia Ramdhani mengaku keberatan dengan tindak kekerasan yang dilakukan oknum kepala sekolah tersebut.
“Apalagi, anak kami juga diskorsing selama selama 10 hari. Ini yang kami sayangkan. Harusnya ada cara mendidik yang lebih baik,” ungkap warga Desa Tamanyeleng, Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa ini.
Ketua LPHS Makassar Djaya Jumain yang menerima laporan itu mengatakan pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu kasus kekerasan yang disertai sanksi skorsing pelajar SMA Negeri 22 Gowa itu sebelum menentukan langkah selanjutnya.
“Kami berharap kasus ini bisa didamaikan, dimediasi antara kedua belah pihak. Tapi kami juga harus mendapat klarifikasi dari pihak guru tersebut. Yang jelas, pola pendidikan anak di sekolah dengan pendekatan kekerasan bukanlah hal yang bisa dibenarkan,” pungkas aktivis pemuda ini. (Andi)