JAKARTA, Penarakyat.com – Kabar gembira bagi para pegawai honorer dimanapun mengabdi di lingkup Pemerintahan.
Ada aturan baru menjadi angin segar bagi para honorer yang tak kunjung diangkat menjadi pegawai ASN defenitif.
Selama ini memang para tenaga honorer terkesan dianaktirikan, terutama mereka yang telah bekerja dan mengabdi dengan waktu yang cukup lama (puluhan tahun).
Nah, kali ini akan mengulas tentang tenaga PPPK yang aturannya telah diteken presiden, Senin 10 Desember 2018 lalu.
Peluang bagi Honorer 35 tahun ke Atas
Aturan seleksi CPNS membatasi usia pelamar yakni 35 tahun. Lantas muncul pro dan kontra agar aturan tersebut dihapuskan lantaran dinilai diskriminatif.
Sebabnya, banyak para honorer yang lebih dari usia 35 tahun banyak mengabdi sebagai guru atau pun bekerja di instansi dan lembaga pemerintahan tidak bisa berpeluang jadi PNS.
Dengan adanya PP Nomor 49 Tahun 2018 tersebut, para honorer yang ingin menjadi pegawai pemerintahan menjadi lebih mudah.
Aturan tersebut membahas bahwa meski sudah lebih berusia 35 tahun maka para honorer bisa ikut seleksi. Aturan ini juga memberi peluang bagi honorer yang berusia setahun sebelum batas usia pensiun.
Namun, bukan berarti para honorer tersebut bisa langsung diangkat menjadi PPPK. Mereka tetap saja harus ikut seleksi berbasis sistem merit yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, kinerja tanpa membeda-bedakan faktor politik, ras, agama, hingga jenis kelamin.
GAJI PPPK
Para tenaga PPPK meski bukan berstatus PNS tetapi akan mendapatkan besaran gaji sama seperti PNS. Mereka ini akan digaji sesuai upah minimum kabupaten/kota (UMK) sesuai di daerahnya masing-masing, termasuk tunjangan seperti yang diterima para Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hanya saja, para tenaga PPPK ini tidak memiliki hak pensiun seperti halnya PNS. Para tenaga PPPK bisa mengikuti pensiun dari gaji yang dipotong sebagai premi yang dibayarkan kepada pengelola pensiun.
Saat ini pemerintah tengah berkomunikasi dengan PT Taspen selaku pengelola dana pensiun untuk kerja sama pengelolaan dana pensiun dari para tenaga yang akan menjadi PPPK.
Lahirnya istilah PPPK ini tak lepas dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau ASN. Aturan ini mengatur tentang PNS dan PPPK. Belakangan aturan khusus yang mengatur PPPK telah diteken presiden.
Para tenaga PPPK diangkat berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu. Proses penerimaan tenaga PPPK ini juga melalui seleksi dan diniai secara objektif.
Setelah dinyatakan lolos seleksi, nantinya para tenaga PPPK akan mendapat hak seperti para PNS di antaranya gaji dan tunjangan, hak cuti, hak perlindungan serta pengembangan kompetensi.
Besaran gaji tenaga PPPK ini dilihat dari beban kerja, tanggung jawab jabatan, serta risiko pekerjaan. Gaji yang diberikan kepada para tenaga PPPK ini berasal dari APBN bagi yang bekerja di instansi pusat dan dari APBD bagi mereka yang bekerja di instansi daerah.
Adapun, masa kerja para tenaga PPPK ini akan berakhir ketika perjanjian kerja mereka berakhir, meninggal dunia, berhenti atas kemauan sendiri, melanggar aturan, terjadi tindak pidana, tidak cakap jasmani dan rohani yang berdampak tidak bisa menjalankan kerja dan adanya perampingan organisasi.
PPPK bukan Pengganti Honorer
Sejak muncul pro kontra PPPK, banyak yang menilai pemerintah hanya mengganti istilah honorer saja. Padahal, pemerintah telah menegaskan bahwa honorer dan PPPK sangat berbeda baik dari status maupun dari hak yang diterimanya.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, untuk menjadi PNS atau PPPK, setiap orang harus ikut seleksi seperti halnya seleksi CPNS. Hanya saja, peluang bagi honorer menjadi PPPK sangat besar dibanding menjadi PNS. Hal tersebut karena aturan menjadi PPPK lebih fleksibel terutama pada batasan usia.
Saat ini, aturan untuk seleksi menjadi PPPK tersebut telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Itu artinya siapapun Anda berhak ikut seleksi untuk menjadi abdi negara tersebut meski bukan jadi PNS. Apakah Anda siap menjadi tenaga PPPK sambil nunggu rezeki menjadi PNS?. (*)