Jampidum Kejagung Setujui 4  Penghentian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel 

Jampidum Kejagung Setujui 4  Penghentian Penuntutan Perkara Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel 

MAKASSAR, Penarakyat.com — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 4 (empat) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (21/6/2022).

Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi SulSel R. Febrytriyanto,SH.MH, Kepala Kejaksaan Negeri Sinjai, Kejaksaan Negeri Soppeng, Kejaksaan Negeri Makassar dan Cabang Kejaksaan Negeri Bulukumba Di Kajang.

Adapun 4 (empat) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut :

1. KEJAKSAAN NEGERI SINJAI, Mengajukan Penghentian Penuntutan Perkara An Tersangka DARWIS ALIAS DARE BIN H. SOLLING, Umur 42 pekerjaan, Penjual Ikan yang disangka Melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU No.17 Thn 2016 Penetapan Perarturan Pemerintah Pengganti UU Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Thn 2002 Tentang Perlindungan Anak;
Kasus Posisi :
Bahwa Tersangka Pada hari Jumat tanggal 31 Desember 2021 sekitar jam 06.00 Wita bertempat di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Lappa Kel. Lappa Kec. Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai, melihat Anak Korban Faturrahman (umur 17 Tahun) yang sedang mengangkat ikan menuju ke salah satu perahu yang ada di TPI, dan Tersangka sebagai penjual ikan di TPI yang pernah kehilangan Ikan dan pernah ikan miliknya diambil oleh anak Korban sehingga membuat Tersangka emosi dan langsung memukul Anak Korban Faturahman dengan cara meninju dengan menggunakan kepalan tangan sebelah kanan sebanyak 1 (satu) kali yang mengenai telinga sebelah kiri, selanjutnya Tersangka juga menendang pada bagian perut anak korban dengan menggunakan kaki kanannya sebanyak 1 (satu) kali.

2. KEJAKSAAN NEGERI SOPPENG, Mengajukan Penghentian Penuntutan Perkara An Tersangka SOFYAN B Alias SOFIAN Bin ANDI BAHARUDDIN, Umur 28 tahun yang disangkakan melanggar Pasal Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76 C Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana ditambah dan diubah dengan Undang – Undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
Kasus Posisi :
Bermula ketika Tersangka melihat Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN keluar dari ruko, kemudian Tersangka menyuruh Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN untuk berhenti lalu memeriksa saku celana Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN dan Tersangka menemukan uang sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) didalam saku celana Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN. Kemudian Tersangka mengatakan “mencuriko?” lalu Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN mengatakan “bukan, ini uangnya FANDI”. Setelah itu Tersangka menampar wajah Anak Korban SULTHAN TANRIBALI Alias SULTAN pada bagian pipi sebelah kiri dengan menggunakan telapak tangan kanannya sebanyak 3 (tiga) kali kemudian memukul kepala bagian atas sebanyak 3 (tiga) kali dengan menggunakan kepalan tangan sebelah kanannya.
3. KEJAKSAAN NEGERI MAKASSAR, Mengajukan Penghentian Penuntutan Perkara An Tersangka IRFAN WAHYUDI Alias IRFAN, Umur 21 tahun yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
Kasus Posisi :


Berawal ketika Tersangka yang sedang melakukan aktivitas kesehariannya menawarkan jasanya kepada pengendara yang hendak berbelok arah untuk dapat diaturkan kendaraannya ketika berbelok arah pada titik pembelokan Jl. Sultan Alauddin, Lalu saksi korban Alfin dengan mengendarai sepeda motor melintas di Jl. Sultan Alauddin Kota Makassar dan oleh kendaraan sangat padat saat itu sehingga saksi korban Alfin berhenti dibelokan namun hampir menabrak tersangka, sehingga tersangka emosi dan langsung memukul saksi korban Alfin sebanyak 1 (satu) kali yang mengenai pada bagian wajah korban. Setelah itu, Tersangka meninggalkan tempat kejadian.
4. CABANG KEJAKSAAN NEGERI BULUKUMBA DI KAJANG, Mengajukan Penghentian Penuntutan Perkara An Tersangka HARIS BIN RAPPE, Umur 29 tahun, yang disangkakan melanggar Pasal Pasal 480 Ke-1 dan Ke-2 KUHPidana;
Kasus Posisi :
Berawal Ketika Tersangka bermaksud membeli sepeda motor yang akan digunakan sebagai alat transportasi menuju kebun Tersangka yang berjarak kurang lebih 15 (lima belas) kilometer dari rumah milik Tersangka. Kemudian tersangka melihat komentar Saksi Rijal Als. Ijal bin Minggu di grup jual beli “Bulukumba Dagang” pada aplikasi Facebook yang menawarkan sepeda motor dengan harga murah. Karena merasa tertarik, Tersangka menghubungi saksi Rijal Als. Ijal bin Minggu untuk menanyakan harga dan bukti kepemilikan sepeda motor tersebut. Bahwa saksi Rijal Als. Ijal bin Minggu mengaku sebagai pemilik sepeda motor tersebut namun tidak dapat menunjukkan surat-surat bukti kepemilikan dengan alasan telah hilang. Bahwa saksi Rijal Als. Ijal bin Minggu menjual sepeda motor tersebut dengan harga murah karena ingin membayar biaya kuliah dan Tersangka kemudian sepakat membeli sepeda motor tersebut dengan harga Rp. 1.300.000 (satu juta tiga ratus ribu rupiah).
Bahwa akibat dari perbuatan Tersangka saksi Samsul Bahri bin Halaking mengalami kerugian kurang lebih Rp. 6.500.000 (enam juta lima ratus ribu rupiah), dan sepeda motor tersebut masih dalam kondisi utuh dan tidak dialihkan kepada pihak lain serta dalam status disita sebagai barang bukti dalam perkara ini.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
1. Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;
2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
3. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
4. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
6. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
7. Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif. (*)

Sumber : Kasi Penkum Soetarmi,DM, S.H.,M.H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *