SIDRAP, Penarakya.com — Suhu politik di Sidrap kini diterpa isu kurang sedap. Menjelang hari pemungutan suara yang tersisa 4 – hari H, sejumlah warga desa mengaku dipaksa memilih salah satu calon legislatif tingkat Pusat alias DPR RI.
Pengarahan salah satu calon tertentu ini dilakukan oleh perangkat aparatur Desa atas suruhan oknum Kepala Desa (Kades) agar mencoblos Caleg tertentu di formasi DPR RI pusat.
Hal inipun bukan lagi rahasia umum di Kabupaten Sidrap karena hampir diketahui masyarakat.
Bahkan sejumlah sumber yang juga warga Desa di Sidrap ini membeberkan jika mereka diarahkan untuk mendukung salah satu calon anggota Dewan tersebut.
“Kami diarahkan nanti tanggal 14 Februari disuruh coblos salah satu caleg pusat oleh pak Dusun dan Pak Desa, kami kayak ditekan sekali tidak bebas memilih sesuai hati nurani kami,”ungkap warga yang identitasnya minta tak di mediakan, Jumat (9/2/2024).
Belakangan, usut punya usut, para Oknum Kades ini ditengarai telah Deal dengan Caleg tertentu yang nota bene bukan putra daerah melainkan caleg dari luar daerah dengan imbalan barter suara hingga Rp50 juta rupiah dengan catatan target suara harus dipenuhi perolehan signifikan di desa yang dipimpinnya.
Tak tanggung-tanggung informasinya, para pembarter suara ini sudah mulai bergerak aktif mencari dukungan suara hanya demi mencapai target-target memenangkan calon yang dimaksud.
Tak hanya itu, ada juga di Kelurahan sudah deal-deal Sembako yang akan diberikan pada masyarakat dengan catatan diberi suara sebagai bentuk komitmen barter politik.
Jika memang benar adanya hal ini, makanya siap-siap oknum-oknum yang mencoba bermain politik praktis dengan menjual suara masyarakat akan di proses hukum sesuai aturan berlaku.
Diketahui dalam aturan KPU soal keterlibatan aparatur berpolitik ini sesuai aturan di ingatkan bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis.
Regulasinya diatur dalam Pasal 280, 282, dan 490 UU No 7/2017 tentang Pemilu. Pelanggar bisa dipidana, baik penjara maupun denda.
Adapun dalam Pasal 280 ayat (2), disebutkan bahwa perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu.
Selain tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye, perangkat desa, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3) juga dilarang menjadi pelaksana dan tim kampanye pemilu oleh salah satu calon tertentu.
Dalam Pasal 494 dijelaskan bahwa setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Selanjutnya Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Sanksinya disebutkan dalam Pasal 490, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta. (Riss)