PAREPARE, Penarakyat.com — Pasca Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Parepare telah menyimpulkan Hasil Pelaporan Kasus dugaan pelanggaran Pemilukada, terkait Mutasi dan Program Beras Rastra ke Komisi Pemilihan Umum kota Parepare dan Polres Parepare.
Sejumlah pendapat bermunculan, Salah satunya, Nasir Dollo, SH, MH Ketua YLBH Sunan dalam Konferensi Pers, melalui pesan realesnya di Salah Satu Grup Whatsapp ParepareTa, Minggu, 29 April 2018.
“Hormat menghormati dan hargai menghargai sekalipun kita tak sepaham, itulah perilaku bangsa yang diwariskan para leluhur dalam berdemokrasi yang damai, adil dan sejahtera.
Fitnah, cacian, saling merendahkan ataukah memperolok- olok bukanlah budaya bangsa yang beradab,” katanya.
Bagi Dia, Pendapat Prof Aminuddin Ilman, Ia menghargai Pendapat bukan berarti sependapat, pasalnya keputusan/penetapan tindakan walikota (paslon nomor 1 Parepare) dalam tenggang waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon adalah bukan merupakan pelanggaran pilkada, karena hanya sekedar mutasi jabatan (PLT).
Ia menjelaskan, UU NO 10 TAHUN 2016 pasal 71 ayat secara terang dan jelas dilarang PENGGANTIAN JABATAN tanpa adanya persetujuan menteri secara tertulis, “Tapi dalam hal terjadi KEKOSONGAN JABATAN maka kepala daerah dapat menunjuk PLT.
Hal mendasar yang penting untuk dicermati adalah apakah yang dimaksud KEKOSONGAN JABATAN menurut kehendak hukum dan tentunya terdapat perbedaan antara KEKOSONGAN JABATAN dengan JABATAN YANG SENGAJA DIKOSONGKAN untuk tujuan tertentu,” jelasnya.
Menurut penulis kekosongan jabatan yang dimaksudkan dalam pasal 71 ayat 2 tersebut adalah kekosongan jabatan yang secara normatif mesti terjadi atau kekosongan jabatan yang diluar rencana atau kehendak pemberi kewenangan (walikota) seperti pejabat yang bersangkutan meninggal dunia, berakhir masa jabatannya atau ditahan oleh aparat penegak hukum karena OTT.
Tentu berbeda konstruksi hukumnya bila jabatan itu SENGAJA DIKOSONGKAN karena digantikan oleh pelaksana tugas (PLT).
Jadi jabatan yang sengaja dikosongkan untuk digantikan dengan PLT adalah termasuk pelanggaran hukum pilkada, karena keputusan atau penetapan tindakan tersebut bertentangan dengan UU NO 10 TAHUN 2016 Pasal 71 ayat 2.
Penggantian jabatan secara filosofis adalah merupakan keputusan/ penetapan tindakan mencabut atau memberhentikan dari posisi atau kedudukan tertentu, kemudian menggantikan posisi atau kedudukan dengan pihak lain atau mengambil alih kembali kekuasaan itu (pemberi kewenangan dalam hal ini walikota).kemudian menggunakan tangan pihak lain dalam menjalankan tugas jabatan itu sepeti menunjuk PLT. Jadi terang dan jelas bahwa keputusan/penetapan menunjuk PLT dengan pola seperti ini adalah merupakan pelanggaran hukum pilkada.
“Pendapat Prof yang menyatakan bahwa sangat naif pelanggaran itu hanya dialamatkan kepada walikota, karena wakil walikota adalah bagian yang tak terpisahkan dari bagain PEMERINTAHAN DAERAH.
Dengan penuh hormat penulis kurang sependapat dengan Prof. dalam hal ini,” tegasnya.
Kebijakan PENGGANTIAN JABATAN maupun RASTRA adalah kewenangan penuh walikota, artinya apakah wakil walikota setuju atau tidak setuju tidak ada pengaruhnya dengan kebijakan tersebut.
Seandainya kebijakan itu nanti dapat terlaksana setelah mendapat persetujuan wakil walikota, maka tentunya wakil walikota terasa naif untuk menghindar dari pertanggung jawaban itu.
Menurut Joge Raad tgl 19 -12-1910 dalam stresnya bahwa yang meneruskan atau menciptakan keadaan TERLARANG itu adalah siapa yang mempunyai kemampuan untuk mengakhirinya.
Dalam hal ini wakil walikota bukan pihak yang menciptakan atau meneruskan, apalagi untuk mengakhiri atau melarang kebijakan tentang penggantian pejabat atau SASTRA.
Sekedar Diketahui Panwas mengeluarkan Surat no 83/SN-24/PM-00-05/IV/2018, pada Pukul 23.15 WITA, Jumat, 27 April 2018.
Laporan Pelapor, terkait Program Beras Rastra Fakta yang terjadi pada kegiatan pembagian beras rastra tanggal 26-29 Januari 2018, dan terkait Mutasi berdasarkan SK Walikota Parepare no 146 dan 147 tahun 2918 tentang penetapan pelaksana tugas Jabatan Administrator lingkup kota Parepare pada tanggal 2 Februari 2018.
Pelanggaran ini ditujukan kepada Terlapor yakni Calon Walikota Parepare nomor Urut 1, Taufan Pawe. Dengan Nomor Laporan ; 05/LP/PW/Kot/27.02/iv/2018 tentang dugaan pelanggaran Mutasi ASN dilingkup Pemerintah Kota Parepare dan Pembagian Rastra oleh Paslon Nomor Urut 1 (Tp-PR) , yang Ditanda tangani di Parepare pada tanggal 27 April 2018, Panwaslu Kota Parepare, Ketua Muh Zainal Asnun, S.IP di cap dan ditanda tangani. Dengan Kesimpulan : Laporan dengan No : 05/LP/PW/Kot/27.02/iv/2018 diduga memenuhi unsur pasal 188 Juncto pasal 71 Ayat (3) undang-undang no 10 tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota diteruskan kepada Kepolisian Resort Kota Parepare dan diteruskan sebagai pelanggaran Administrasi Kepada Komisi Pemilihan Umum Kota Parepare.
Salah satu Tokoh Pemuda Parepare, Suyuti mengaku , Proses Hukum terkait dengan Dugaan Pelanggaran dari Panwaslu Kota Parepare yang diteruskan ke KPUD dan Polres Parepare, Ia berharap agar mempercayakan hal tersebut kepada Pihak yang berwenang.
“Kasian Kalau masalah Pak Wawali dilibatkan, padahal yang menyerahkan dan memiliki kewenangan itu Ya kepala Daerah, soal Kasus biarlah berjalan sesuai dengan aturan yang ada, “ akuhnya. (*)