MAKASSAR, Penarakyat.com — Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Rizal Syah Nyaman, Kepala Seksi Oharda Alham, dan Kasi Teroris Parawangsah, menggelar ekspose Restorative Justice (RJ) terhadap perkara yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tana Toraja. Kegiatan ini berlangsung di Lantai 2 Kantor Kejati Sulsel pada Selasa (25/3/2025).

Ekspose tersebut juga diikuti secara virtual oleh Pelaksana Tugas Kepala Kejaksaan Negeri Tana Toraja, Alfian Bombing, bersama Kasi Pidum, Jaksa Fasilitator, serta jajaran Kejari Tana Toraja.

Dalam kasus ini, Kejari Tana Toraja mengajukan permohonan RJ untuk tersangka Jono Rumpa Patanggung alias Jono (28), yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP terkait kasus penganiayaan terhadap korban Acong (46).

Peristiwa penganiayaan terjadi pada Kamis, 30 Januari 2025, di Jalan Poros Tampo-Simbuang, Kelurahan Tampo, Kecamatan Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja. Kejadian ini bermula ketika Jono sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tuanya di Kelurahan Salubarani. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan korban Acong yang juga mengendarai sepeda motor.

Tersangka kemudian teringat perselisihan yang terjadi pada Oktober 2024 di sebuah arena sabung ayam. Saat itu, keduanya berdebat mengenai pilihan dalam Pilkada 2024. Acong, yang merupakan paman tersangka, meminta Jono untuk mendukung pasangan calon pilihannya. Namun, Jono menolak karena telah memiliki pilihan sendiri. Perdebatan itu berakhir dengan tantangan dari Acong yang berkata, “Temui saya kalau kau laki-laki.”

Saat bertemu di jalan, tersangka menghadang korban dengan motornya. Korban tetap melaju, sehingga tersangka mendorong motor korban hingga terjatuh. Jono kemudian memukul pelipis kiri korban sambil menindihnya. Beruntung, seorang saksi bernama Ajang melintas dan segera meminta bantuan warga untuk melerai pertikaian.

Diketahui, Jono adalah seorang pekerja bangunan, anak ketiga dari empat bersaudara, serta telah menikah dan memiliki dua anak berusia 6 dan 3 tahun. Hubungan kekeluargaan antara tersangka dan korban menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pengajuan RJ.

Kajari Tana Toraja mengajukan permohonan RJ dengan alasan bahwa tersangka bukan residivis, tindak pidana yang dilakukan memiliki ancaman hukuman di bawah lima tahun, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, serta telah terjadi perdamaian antara kedua belah pihak. Selain itu, korban telah memaafkan tersangka dan masyarakat merespons positif penyelesaian kasus ini melalui RJ.

Setelah mempertimbangkan syarat yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif, Kajati Sulsel Agus Salim menyetujui permohonan tersebut.

“Kita sudah melihat testimoni korban, tersangka, dan keluarga. Semua telah memenuhi ketentuan Perja 15. Korban telah memaafkan tersangka, dan masyarakat juga memberikan respons positif. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan,” ujar Agus Salim.

Kajati Sulsel juga meminta jajaran Kejari Tana Toraja untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan membebaskan tersangka.

“Saya berharap penyelesaian perkara ini tetap mengedepankan prinsip zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” tegasnya.

Dengan disetujuinya RJ ini, diharapkan hubungan kekeluargaan antara tersangka dan korban dapat kembali harmonis seperti sediakala. (Deri/Aril)