BONDOWOSO, Penarakyat.com — Setelah bertahun-tahun terjebak dalam ketegangan, konflik lahan antara petani Ijen dan PTPN I Regional 5 mulai menemui titik terang. Mediasi yang digelar di Aula Kejaksaan Negeri Bondowoso, menjadi panggung bagi harapan baru di tengah keresahan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Rabu (15/10/2025).
Pertemuan yang difasilitasi oleh Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, ini turut dihadiri jajaran Forkopimda Bondowoso, mulai dari Bupati Bondowoso, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari, hingga manajemen PTPN I Regional 5 dan perwakilan masyarakat dari berbagai desa di lereng Ijen.
Pertemuan berlangsung terbuka dan disiarkan langsung melalui akun TikTok pribadi Nasim Khan, memperlihatkan keseriusan semua pihak dalam menyelesaikan masalah ini secara transparan.
Hasilnya, lahirlah sebuah kesepakatan yang tidak hanya menjawab persoalan agraria, tetapi juga membawa visi ekonomi jangka panjang: pengembangan kopi sebagai komoditas utama Bondowoso, sekaligus menjadikan “Republik Kopi” lebih dari sekadar slogan.
“Kami ingin pengembangan kopi ini menjadi kebanggaan Bondowoso. Ini bukan hanya soal pertanian, ini tentang identitas daerah,” ujar Nasim Khan usai mediasi.
Ia menegaskan bahwa program ini akan menjadi bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) dan akan dijalankan melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO) antara PTPN dan masyarakat.
Manager PTPN I Regional 5 Kebun Belawan, Bambang Trianto, menyebutkan bahwa akan ada dua opsi skema kerja sama yang ditawarkan kepada masyarakat.
Kerja sama pertanaman kopi antara petani dan PTPN dengan pola bagi hasil atau bentuk kemitraan lainnya.
Relokasi hortikultura, bagi warga yang tidak memilih menanam kopi. PTPN akan menyediakan lahan alternatif yang layak, tetap dalam sistem KSO.
“Kami menyambut baik semua aspirasi masyarakat. Intinya kami ingin solusi damai dan berkelanjutan,” kata Bambang.
Konflik ini bukan hal baru. Ketegangan antara petani lokal dan PTPN sudah berlangsung sejak era awal kemerdekaan. Wilayah Ijen yang subur menjadi perebutan kepentingan antara hak guna usaha (HGU) milik negara dengan klaim petani yang merasa memiliki keterikatan historis dengan tanah tersebut.
Bahkan beberapa waktu lalu terjadi ketegangan yang memana, pada hari Minggu kemarin ketegangan kembali memuncak dengan adanya aksi pengrusakan oleh orang tak dikenal dilahan kopi seluas 4,6 hektare di kawasan Kaligedang menjadi titik panas terbaru dalam sengketa ini.
Namun, mediasi kali ini menjadi momentum penting untuk memulihkan luka dan membangun kembali kepercayaan antara negara, perusahaan negara, dan rakyatnya.
“Ini bukan cuma soal tanah, ini soal keadilan yang tertunda selama puluhan tahun. Tapi sekarang kita buktikan bahwa dialog dan musyawarah masih punya tempat,” ungkap Nasim Khan yang dikenal masyarakat sebagai Robinhood karena dianggap sosok yang vokal membela hak-hak petani.
Bupati Bondowoso KH Abdul Hamid Wahid menyatakan bahwa kesepakatan ini menjadi langkah awal menuju penyelesaian tuntas.“Kami melihat masyarakat mulai terbuka untuk bekerja sama. Ini penting untuk jaga stabilitas dan masa depan kawasan Ijen,” ujar Bupati.
Senada dengan itu, Ketua DPRD, Kapolres, dan Dandim Bondowoso juga menegaskan komitmen untuk mengawal implementasi kesepakatan ini agar berjalan adil dan menguntungkan semua pihak.
Kajari Bondowoso Dzakiyul Fikri, S.H., M.H. yang memfasilitasi tempat mediasi, turut mendapatkan apresiasi dari Nasim Khan dalam forum tersebut.
“Terima kasih kepada Kajari yang telah memberikan ruang netral untuk pertemuan penting ini. Ini jadi bukti bahwa sinergi antarlembaga bisa benar-benar bekerja,” kata Nasim.
Meski telah ada titik temu, Nasim Khan mengingatkan bahwa ini bukan akhir dari perjalanan panjang konflik agraria di Ijen.
“Selama empat hari kami siang dan malam kami bekerja, beekominlasi dengan semua pihak agar permasalahan ini selesai. Beri kami sedikit waktu lagi. Ini proses panjang. Tapi kami pastikan, tidak akan berhenti sampai masyarakat benar-benar mendapatkan kejelasan dan kesejahteraan,” ujarnya.
Nasim juga menegaskan bahwa penyelesaian ini bisa menjadi preseden positif bagi penyelesaian konflik serupa di berbagai daerah lain di Indonesia.“Kita sedang menulis sejarah baru. Sejak PTPN I berdiri pada 1952, ini pertama kalinya dialog berjalan sejauh ini. Semoga menjadi contoh nasional,” pungkasnya.
Dengan kesepakatan yang kini mulai terbentuk, masyarakat berharap tidak hanya mendapatkan kepastian pengelolaan lahan, tetapi juga peningkatan kesejahteraan. Kopi bukan hanya menjadi komoditas ekonomi, tetapi simbol kolaborasi dan rekonsiliasi di “Republik Kopi” Bondowoso.
“Kalau bisa damai dan petani sejahtera, kenapa harus bertikai, aldulilah Robinhood datang masalahpun usai,’ujar salah satu warga yang hadir dalam forum mediasi.
Tinggalkan Balasan