MAKASSAR, penarakyat.com – Korban penganiayaan sejumlah oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bone, Andi Takdir mengaku mendapat intimidasi dari sejumlah orang dengan mengatasnamakan pejabat di pemerintah kabupaten itu. Takdir diminta mencabut laporan polisinya disertai ancaman.
“Saya lagi dilobi beberapa pejabat Kabupaten Bone untuk meminta perdamaian, saya disuruh mencabut laporan. Tapi saya tetap bertahan, menolak tawaran merekan, ” kata Takdir yang juga ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Bone ini, Rabu, 3 Januari 2018.
Selain itu, dirinya diminta untuk menemui Bupati Bone Andi Fashar Padjalangi. Namun Takdir mengaku kukuh pada pendirian untuk tetap melanjutkan kasus penganiayaan terhadap dirinya hingga di pengadilan.
“Saya juga mau dipertemukan bupati. Tapi saya tidak mau karena pasti jawaban saya akan menolak tawaran yang ditawarkan ke saya, ” tegasnya.
Tawaran damai dengan sejumlah uang pun kerap terdengar dari mulut oknum itu. “Ada puluhan juta hingga puluhan miliar, ” kata Takdir.
Sebenarnya tindakan intimidasi verbal itu sudah dialaminya sejak laporan penganiayaan ini bergulir di meja penyidik Polisi Resort (Polres) Bone atau sehari setelah peristiwa yang terjadi pada 24 Desember 2017.
Menurutnya teror dan intimidasi itu makin menjadi-jadi setelah polisi menetapkan lima tersangka dari oknum yang melakukan kekerasan itu. Penetapan tersangka oleh polisi ini dikeluarkan pada 28 Desember.
Seperti yang dialaminya pada Senin, 1 Januari 2018, malam lalu. Takdir menceritakan dua orang preman mendatangi rumahnya untuk mencabut laporan itu dan mengancam keselamatan jiwanya.
“Ada dua preman datang ke rumah untuk membujuk saya dan bernada tinggi sampe mengatakan bahwa, “kau tidak akan tenang tinggal di kampung ini kalo persoalan ini tidak selesai sampai disini”, ” kata Takdir menirukan ucapan preman itu.
Tak hanya malam itu, sejumlah orang mendatangi lagi dan Takdir saat itu malah merekam video dan menyiarkannya secara langsung di media sosial Facebook, melalui akun pribadinya. Namun, Takdir menghapus rekaman itu karena orang itu menyebut sejumlah nama penjabat di Bone.
“Ada lagi, saya sempat siaran langsung, tapi saya hapus karena orang itu menyebut nama-nama penjabat bone, saya hapus siaran langsung itu karena menyebut nama-nama pejabat-pejabat Bone, makanya saya tidak sebarluaskan ancaman tadi, ” ungkapnya.
Menurutnya, apa pun bentuk lobi dan intimidasi yang datang padanya, ia bersikeras pada pendiriannya untuk melanjutkan kasus itu ke pengadilan. “Saya tidak akan berhenti disini. Saya tidak akan damai sebelum pelakunya diadili di pengadilan,” tegasnya.
Selain itu, Takdir sudah mendapat perlindungan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dan pengawalan beberapa perwakilan organisasi difabel, seperti Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (Perdik) dan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Sulawesi Selatan untuk menuntaskan kasus ini.
Ketua LBH Makassar Haswandy Andy Mas mengaku akan mengawal kasus penganiayaan ini hingga tuntas di pengadilan.
Ia pun berencana untuk mendatangi Penyidik Polres Bone untuk berkomunikasi langsung pihak Reskrim terkait bagaimana kelanjutan proses penyidikan kasus tersebut, apalagi terdengar isu bahwa tersangka akan mendapatkan penangguhan penahanan, padahal kasus ini menjadi perhatian publik dan diduga Korban kerap mendapat berbagai macam bentuk intimidasi sehingga Tersangka sepatutnya harus tetap ditahan.
“Kami akan mendatangi Polres untuk berkomunikasi dengan Satreskrim untuk mengetahui kelanjutannya proses hukum kasus tersebut. Jangan sampai Tersangka ditangguhkan penahanannya dan sebaiknya kasus ini dipercepat saja untuk segera dilimpahkan ke Kejaksaan sehingga dapat segera disidangkan” kata Wawan, sapaan Haswandy.
Menurutnya selain mendorong percepatan proses hukum, pihak LBH Makassar juga akan melakukan upaya bagi keamanan koran. Mengingat begitu banyak bentuk-bentuk teror dan intimidasi yang muncul belakangan ini.
Karena itu LBH Makassar juga sementara mempersiapkan surat pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
Sebelumnya, Takdir dianiaya sejumlah oknum Satpol PP Bone di Lapangan Merdeka Watampone, pada Sabtu 23 Desember 2017. Kejadian ini bermula saat Satpol PP hendak membubarkan sebuah latihan breakdance yang dilakukan salah satu komunitas pemuda di Bone.
Takdir yang bersama dengan anaknya berusia 4 tahun itu meminta agar petugas Satpol PP Bone tidak semena-mena membubarkan kegiatan tersebut, apa lagi kegiatan itu dilakukan di area publik, hingga terjadilah kekerasan fisik yang dilakukan Satpol PP kepada Takdir.
Kemudian video kasus dugaan penganiayaan itu beredar di grup chatting wartawan Bone, hingga di media sosial Facebook dan Youtube. Dalam video itu terlihat oknum anggota Satpol PP memiting leher dan memukul bagian kepala korban.
Akibat pemukulan itu, Takdir mengalami luka memar di bagian kepala dan langsung melapor ke Polres Bone.
“Saya sudah lapor, gara-gara kejadian itu anak saya mengalami trauma, saya berharap pihak kepolisian segera bertindak, oknum seperti mereka harus diberi efek jera agar tidak seenaknya pada masyarakat kecil seperti kami, ” kata Takdir.
Sementara kronologis kejadian yang dikeluarkan Satpol PP, Takdir dituduh memprovokasi pemuda yang sedang breakdance itu untuk melanjutkan ekspersinya di pelataran dekat kolam air mancur Lapangan Merdeka Bone. Takdir dianggap mengganggu jalannya operasi Satpol PP ini dan memancing emosi petugas.
Alasan Satpol PP melarang aktivitas di sekitar pelataran kolam yang ramai dikunjungi warga ini, dianggap berbahaya karena memiliki listrik tegangan tinggi. (rls/atho)