WAJO, penarakyat — Pencak Silat milik Nahdatul Ulama (NU) mulai mengembangkan sayap di Kabupaten Wajo. Perguruan Pagar Nusa Cabang Wajo ini resmi di buka, Sabtu (04/09/2020).
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Wajo H. Andi Hasbi Gani secara resmi membuka membuka latihan perdana Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa sekaligus meresmikan tempat latihan di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Wajo.
Pembukaan pelatihan yang pertama kali di Kabupaten Wajo ini dihadiri langsung Dewan Pelatih Pagar Nusa Sulawesi Selatan Salam Abdullah, Ketua dan Sekretaris IPSI Kabupaten Wajo, sejumlah atlit nasional, Ansor dan Banser NU, serta santri dan santriwati calon pelatih Pagar Nusa NU Wajo.
Ketua Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa Kabupaten Wajo, Syamsul Bahri dalam sambutannya mengatakan, Pencak Silat Pagar Nusa di Kabupaten Wajo masih dalam tahap rintisan. Ke depan akan segera dibentuk pengurus di tingkatan Cabang, kecamatan, dan desa.
“Saat ini kita masih dalam tahap merintis. Ke depan kami berharap pelatihan ini nantinya bisa dikembangkan di kecamatan dan desa,” kata Syamsul Bahri seperti dilansir dari InilahCelebes.com.
Menurutnya, dengan dukungan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Wajo dan IPSI, ia berharap Pagar Nusa di Kabupaten Wajo bisa berkembang menjadi salah satu cabang bela diri bagi generasi-generasi pencak silat ke depan.
Ketua PCNU Wajo, Andi Hasbi menyampaikan, Pagar Nusa merupakan pencak silat milik NU dan harus dilestarikan oleh seluruh Kader NU dan menjadi aset NU ke depan.
Dia juga sangat berterima kasih kepada semua pengurus Pagar Nusa Kabupaten Wajo yang telah memfasilitasi keberadaan Pagar Nusa ini.
“Dari tahun 2016 saya menunggu kehadiran Pencak Silat Pagar Nusa ini dan alhamdulillah kita bersyukur malam ini Pagar Nusa bisa dibuka secara resmi di Kabupaten Wajo,” ungkapnya.
Ketua PCNU Kabupaten Wajo juga menuturkan, Pagar Nusa ini akan menjadi pagar NU dan bangsa sehingga ke depan seluruh Ponpes yang bernaung di NU harus memiliki Pagar Nusa untuk mengembangkan pencak silat milik NU di Kabupaten Wajo.
“Bahkan tidak hanya NU, Pagar Nusa ini sudah menjadi milik bangsa yang bisa diikuti oleh siapa saja. Mari kita ikutkan anak-anak kita agar menjadi generasi yang otaknya cerdas, fisiknya kuat, dan bisa menjadi atlit yang berprestasi,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua IPSI Wajo Sutarno Wiratmaja memberikan aspresiasi dengan dibukanya Perguruan Pagar Nusa di Kabupaten Wajo.
Mantan atlit ini menuturkan, di Kabupaten Wajo sudah ada sepuluh perguruan pencak silat saat yang berada di bawah naungan IPSI, salah satunya adalah Pagar Nusa yang mana ketua PC Pagar Nusa juga merupakan Bendahara IPSI Wajo.
Untuk itu, ia memberikan tantangan kepada Pagar Nusa agar ke depan mampu lebih besar lagi dan menciptakan atlit yang berprestasi.
“Saya juga berharap kepada setiap perguruan, meski beda tradisi dan beda baju, namun di IPSI tetap satu. Kita semua bersaudara,” jelasnya.
SEJARAH PAGAR NUSA
Seperti dilansir dari Ensiklopedia NU, Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.
Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren. Padahal, pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan dan kegiatan pesantren. Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut. Kiai atau ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan bela diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak silat. Du sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun kepercayaannya. Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling mengklaim sebagai yang terbaik serta terkuat. Para ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus Maksum Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai tokoh ilmu bela diri. Pada 27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU yang khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian terbitlah Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember 1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986. Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 3 Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai ketua umumnya.
Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa” berasal dan KH Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang NU. KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”. Untuk membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Achmad Siddiq.
Pagar Nusa mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kraksaan, Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September 1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih dahulu diadakan tahlilan. Sesuai hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom. Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom kembali berubah menjadi lembaga. Munas II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU Pagar Nusa mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di 35 kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok pesantren. Acara yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2) Ke-Pasti-an: Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3) Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (kaset dan VCD). Saat ini Pagar Nusa memakai seragam khusus, antara Ialn: (1) Seragam Atlet: baju dan celana berwarna hitam dengan bagde IPSI dl dada sebelah kanan dan bagde Pagar Nusa d£ dada sebelah kiri dilengkapi sabuk kebesaran warna hijau yang diikatkan dengan simpul hidup di sebelah kanan; (2) Seragam Pasukan Inti (Pasti) Putra: kemeja lengan panjang berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan memakai atribut yang telah ditentukan; (3) Seragam Pasukan lnti (Pasti) Putri: pasukan yang dibentuk dan bertugas pertama kali pada acara Istighatsah Nasional PBNU di Lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya pada 15 Mei 2003 ini memakai seragam berupa blazer (jas) berwarna hitam, jilbab hitam, celana hitam, dan memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang telah ditetapkan; (4) Seragam Pengurus: baju dan celana warna hitam, jas warna putih, berkopiah hitam, dan bersepatu PDH warna hitam; (5) Seragam Tim Khos: seperti seragam pengurus ditambah dengan simbol khusus; (6) Seragam Kebesaran: jubah warna hitam yang dipakai hanya pada ajang tingkat nasional. Beberapa tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pagar Nusa adalah KH Agus Maksum Jauhari, KH Suharbillah, KH Fuad Anwar, KH Aizuddin Abdurrahman, dan saat ini H M. Nabil Haroen. (cr1/rls)