SITUBONDO,Penarakyat.com – Puluhan ton jagung hasil panen petani di Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo, menumpuk tak terbeli. Para petani mengaku frustrasi karena Bulog, yang dijanjikan akan menyerap hasil panen mereka, tak kunjung datang.
Salam, salah satu petani, mengatakan bahwa sejak awal musim tanam 2025, belum ada satu pun jagung dari kelompok taninya yang dibeli oleh Bulog.
“Dari awal penanaman, Bulog sama sekali belum membeli hasil jagung kami,” kata Salam kepada wartawan, Selasa (08/10).

Hal senada disampaikan Mahwan, petani lainnya. Ia menyebut program ketahanan pangan yang menjadi bagian dari visi Presiden Prabowo Subianto belum sepenuhnya dirasakan oleh petani di daerahnya.

“Kami terpaksa menjual ke pembeli lokal atau tengkulak dengan harga di bawah ketentuan pemerintah,” ujarnya.

Harga jagung di tingkat petani kini anjlok, jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp5.500 per kilogram untuk kadar air 18–20%, dan hingga Rp15.400 per kilogram untuk kadar air 14%.

Padahal, menurut Tirto Panji Prasetyo, Wakil Pemimpin Perum Bulog Cabang Bondowoso, target penyerapan jagung oleh Bulog untuk wilayah Situbondo tahun ini mencapai 12.000 ton. Namun hingga awal Oktober, Bulog baru menyerap jagung secara simbolis.

“Kami baru terima dari Polres Situbondo dan itu pun masih diuji kualitasnya. Kemungkinan baru bisa diserap sekitar 10 ton, tapi menunggu hasil analisa,” kata Tirto saat menghadiri acara penanaman bibit jagung di Desa Gelung, Panarukan.

Para petani berharap pemerintah tak hanya mendorong peningkatan produksi, tetapi juga menjamin hasil panen mereka terserap dengan harga yang layak.

“Kami ini hanya minta keadilan. Jangan suruh tanam tapi hasilnya tidak dibeli,” ujar Mahwan.

Situasi ini menjadi ironi ketika pemerintah gencar mempromosikan swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional, namun di lapangan, petani merasa ditinggalkan.