SIDRAP, Penarakyat.com — Desas-desus opini masyarakat Sidrap tentang ketidaknetralan Aparat Polri dalam proses perbuatan melawan hukum atau pelanggaran Pilkada seperti ujaran kebencian atau saracen ini mulai ditanggapi praktisi Hukum.
Salah satu kasus yang dinilai aparat terkesan memaksakan dan dianggap berat sebelah yakni penangkapan dan berlanjut penahanan salah satu pendukung paslon Cabup-cawabup Sidrap Dollah-Mahmud (DoaMu) Hj Arty terkesan dipaksakan.
Praktisi hukum Sidrap Muh, Nasir, SH menjelaskan tindakan Direskrimum Polda Sulsel dibackup penuh Polres Sidrap mengamankan lebih dini Hj. Suarti itu sudah tepat.
Mengapa,!Pertama Hj. Arty harus diamankan karena menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya menghindari kemarahan atau tindakan berbuat main hakim sendiri karena sudah mengarah sara atau agama.
“Ini satu contoh tepat, tindakan “mengamankan” terduga pelaku ujaran kebencian ini diamankan, bukan ditangkap. Ingat, tindakan Polres Sidrap mengamankan Hj. Suarti ini untuk menghindari bentrokan atau caos atau perbuatan main hakim sendiri akibat ucapan status dimedia sosial menyebut kata-kata “Kafir”, justru lebih rawan,”tegasnya.
Satu contoh lagi, ketika aparat tidak mengambil tindakan sementara suasana sudah tidak terkontrol dan sudah ada perbuatan main hakim sendiri, justru dianggap lebih salah dan fatal apabila aparat tidak mengambil tindakan sebelum ada kejadian, jelas-jelas lagi petugas lebih disalahkan, jadi silahkan masyarakat cerna statement saya ini, salah atau tidak,”ucap Muh Nasir.
Terpisah, Kapolres Sidrap AKBP Ade Indrawan, SIK, MH juga menegaskan pihaknya tidak bersikap tebang pilih atau tidak adil dalam menangani kasus penyebaran informasi bohong atau hoax terutama yang disebar di media sosial.
Setiap penanganan kasus, polisi kata Ade, senantiasa menaati standar operasional prosedur (SOP) baik di tingkat penyelidikan atau penyidikan.
Menurutnya, hal tersebut membuat sejumlah kasus belum terungkap karena masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.
“Tidak ada (tebang pilih), kami selalu bepedoman pada UU No. 2 Tahun 2002 Pasal 13 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” ungkap Ade Indrawan di Kantornya, Jalan Bau Massepe Sidrap, Jumat (04/05).
Mantan Wakapolres Martapura ini juga membantah pihaknya bekerja tidak sesuai prosedur dalam menangani kasus penyebaran hoax di wilayahnya.
“Mereka yang melakukan ujaran kebencian kami sudah proses, siapapun itu. Bahkan ada yang sudah divonis dan sekarang sudah ada dalam tahap penyidikan oleh kita,” ucap dia.
Ade juga menambahkan bahwa Polri bersikap netral dan tidak memihak pihak manapun dalam melakukan upaya penegakan hukum. Dia menegaskan, polisi telah menindak sejumlah pelaku penyebaran hoax dan ujaran kebencian. Dia pun menyatakan, Polri selalu transparan dan profesional dalam menangani kasus.
“Polri tidak ikut dengan politik, siapa saja pasti akan kami tindak,” tutupnya. (Ady)