Oleh : H. Asrul Hoesein
Pemerhati dan Penggiat Sampah Indonesia.
Dalam membahas berbagai masalah perkotaan, khususnya masalah lingkungan yang terasa semakin kompleks, rumit, dan mendesak untuk segera diselesaikan. Semua komponen perlu terus menerus berupaya guna menanggulangi persoalan sampah perkotaan yang semakin pelik ini. Diharapkan berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan para pakar atau pemerhati sampah untuk melahirkan ide-ide segar yang dapat diterapkan guna menyelesaikan persoalan perkotaan mulai dari pengangguran, kemiskinan, polusi, persampahan dan lainnya di Indonesia, khususnya dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah.
Mengatasi permasalahan perkotaan khususnya yang sedemikian rumit haruslah tetap dipandang dengan sikap optimis. Saat ini disadari bahwa kita terlanjur pada pilihan pembangunan perkotaan yang kurang tepat dan tidak terukur dari aspek ramah lingkungan. Adanya konsep pembangunan berkelanjutan, selayaknya Indonesia tidak harus mengikuti pola dari negara-negara maju. Kalaupun bukan pertama, Indonesia dapat menerapkan konsep pembangunan perkotaan berkelanjutan secara cerdas,holistik,inovatif dan partisipatif.
Permasalahan sampah dikawasan perkotaan disebabkan beberapa parameter yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, pola konsumsi masyarakat, pola keamanan dan perilaku penduduk, aktivitas fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan, serta kompleksitas problem transportasi. Semua parameter yang disebutkan tersebut saling berinteraksi, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan hidup yang sangat signifikan.
Penataan Sistem Pengelolaan.
Pada tatanan kebijakan, perlu dilakukan mainstreaming pembangunan berkelanjutan dalam setiap upaya pembangunan misalnya eksploitasi sumber daya alam dan pemanfaatan ruang yang berbasis ekologis, kampanye massif tentang hemat energi dan energi alternative terbarukan, serta mendorong terbangunnya infrastruktur lingkungan hidup diperkotaan, seperti sewerage system TPST3R secara massif di kelurahan atau sumber timbulan sampah seperti di pasar, mall, pusat kuliner dan TPA berbasis komunal (dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan baku produksi lanjutan, misalnya pupuk organic dan biogas berbahan dasar sampah kota).
Sedangkan dalam tataran pelaksanaan, strategi yang ditempuh adalah dengan pengembangan sistem penataan, baik dalam koridor penegakan hukum dan HAM maupun dengan cara persuasif inklusif (incentive mechanism). Penaatan norma lingkungan hidup dalam kerangka supremasi hukum dilakukan secara komprehensif, dengan konsisten menjalankan UU.No.18 /2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip 3R (reduce-reuse-recycle), sebuah pedoman sederhana untuk membantu masyarakat dalam meminimumkan sampahnya serta pelaksanaan UU.No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, peningkatan pendayagunaan aparat (PPNS), prasarana dan sarana penegakan hukum lingkungan; pengembangan jejaring penegakan hukum lingkungan yang bekerja secara sinergis, hilangkan ego sektoral khususnya dalam penanganan sampah ini, begitupun pada wilayah kab/kota bertetangga dapat melaksanakan pengelolaan secara regional terpadu (kerjasama antardaerah). Perlu upaya lebih serius dan berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.
Tuntutan hidup di perkotaan telah menimbulkan gaya hidup yang serba cepat dan menuntut penggunaan fasilitas modern seperti alat-alat elektrik dan elektronik serta konsumsi energi yang terus meningkat yang ternyata telah menimbulkan dampak negatip serius bagi kehidupan umat manusia. Upaya untuk mewujudkan clean land, clean water dan clean air didaerah perkotaan perlu terus dilakukan, karena kualitas lingkungan yang buruk telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan manusia.
Solusi Penanganan Sampah di Perkotaan.
1.Sosialisasi full kepada masyarakat akan perubahan paradigma tentang kelola sampah, olah sampah dari hulu (rumah/pasar), hal ini yang paling rumit diantara rentetan pengolahan sampah. Masyarakat harus dibiasakan memilah sampahnya. Selain masalah kesehatan juga sangat perlu adanya sentuhan spiritual dan ekonomi dalam menyikapi masalah persampahan ini.
2.Pemerintah perlu memberi subsidi silang kepada masyarakat hal pengadaan kantung sampah kresek berwarna (Kuning untuk sampah anorganik, hijau untuk sampah organic dan Merah untuk sampah beracun), atau minimal 2 warna: Hijau dan kuning dan ini diatur dalam perda tentang penggunaan system ini serta sanksi yang berat bila tidak dilaksanakan, bukan malah meninggikan retribusi sampah.
3.Segera pemerintah menerbitkan atau merevisi perda tentang pengelolaan sampah yang disertai dengan petunjuk teknis berupa peraturan bupati/walikota.
Sesuai riset yang kami lakukan pada beberapa kab/kota di Indonesia, hampir belum ada perda tentang persampahan yang mengacu pada undang-undang persampahan dan pengelolaan lingkungan hidup yang pro rakyat.
4.Pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sampah (Basis Komunal di TPST3R dengan pola Inti-Plasma), misalnya dalam produksi pupuk kompos/organic berbasis sampah. Sistem pengelolaan sampah dengan pemberdayaan fungsi TPS. Sistem ini melibatkan pihak pemerintah, masyarakat dan swasta, dengan mendirikan instalasi pengolahan sampah kota berwawasan lingkungan (IPSK-BL).
5.Pemerintah harus segera mengubah tempat fisik dari TPS menjadi TPST3R di tiap kelurahan/desa, semula hanya sekedar penampungan sementara menjadi sebuah IPSK-BL serta membentuk asosiasi pengelola sampah yang meliputi unsur-unsur tersebut. Semua ini akan berjalan sustainable, karena terjadi sinergi dalam mengelola sampah. Masyarakat akan memperoleh wawasan lingkungan terhadap mitigasi pemanasan global, terciptanya lingkungan Kab/Kota yang bersih, juga terciptanya peluang kerja atau usaha baru baru dalam pengelolaan sampah.
Permasalahan pencemaran lingkungan hidup disebabkan terutama perilaku manusia yang tidak mengelola limbah dan sampah dari aktivitasnya secara benar. Oleh karena itu, gerakan mengubah limbah dan sampah menjadi benda yang masih bisa bermanfaat bagi manusia dan lingkungan merupakan tugas yang mulia dan sepantasnya dihargaiseperti kegiatan masyarakat lainnya. Memuliakan pekerjaan yang berhubungan dengan barang-barang sisa tentunya harus diikuti dengan penghargaan yang wajar terhadap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Perubahan perilaku masyarakat dalam menjaga agar sampah dan limbah yang dihasilkan secara benar harus dimulai dengan contoh dan tindakan nyata. Gerakan pengendalian sampah harus dimulai dari pusat-pusat kegiatan masyarakat seperti kawasan pendidikan, perkantoran, pasar, dan pemukiman. Semuanya hanya akan berhasil dengan baik apabila kebijakan pemerintah benar-benar diarahkan bagi pelayanan publik yang baik dan berkeadilan.
Mari kita bersatu-padu dalam menanggulangi masalah sampah kota ini. Stop Global Warming !!!