image

OLEH : ‎H. ASRUL HOESEINH
Pemerhati Sampah Indonesia

Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, tetapi sebagai manusia Indonesia terkadang kita kurang jeli dalam memanfaatkan kekayaan itu. Sampah Organik begitu melimpah, hampir 80% mendominasi produk sampah Indonesia yg selebihnya sampah an organik dan sampah B3. 

Saat petani panen padi misalnya, jerami melimpah ruwah di persawahan, dan itu hanya dibakar, ya ada sih manfaatnya sebagai humus, namun tidak efektif dan maksimal sebagaimana eksistensi akan jerami itu sendiri. Biasanya jerami hanya akan teronggok di sawah karena digunakan sebagai pakan ternak atau bahkan dibakar begitu saja. Bisa dibayangkan kemubadziran yang terjadi jika limpahan jerami tersebut hanya dibakar. Tetapi mungkin tidak hanya kemubadziran saja, karena ternyata pembakaran jerami akan menghasilkan emisi karbon yang memberi sumbangan akan terjadinya pemanasan global. Terlebih perlakuan pada sampah organik, semuanya terabaikan, padahal punya potensi besar bagi pengembangan pertanian organik bila dikelola dengan benar.

Sungguh ironis memang,disatu sisi jerami dan sekam melimpah hanya dianggap sebagai sisa yang memang harus dibakar. Sementara pupuk kimia semakin melambung tinggi saja, sementara petani mengeluhkan terjadinya kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia. Dampaknya, jumlah dan jenis pupuk yang dapat mereka usahakan semakin terbatas serta waktu pemberian pupuk yang sering terlambat dapat berpengaruh terhadap produksi. Di samping itu, penurunan produktivitas lahan sawah yang marak di Indonesia dimungkinkan terjadi karena kejenuhan tanah akibat penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang relative lama.

Peristiwa ini mencerminkan kurang maksimalnya pemanfaatan sampah kota dan sampah perdesaan dalam bidang pertanian padahal sampah organik memiliki potensi yang sangat besar dalam menggemburkan tanah jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Bahkan dapat menjadi solusi yang sangat brilian untuk menangani permasalahan terjadinya pelandaian produktivitas lahan dan kelangkaan dan mahalnya pupuk kimia.
 
Selain itu kompos juga memberikan manfaat yang sangat banyak, antara lain: memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, meningkatkan kandungan bahan organik, dan meningkatkan kesuburan tanah atau lahan, serta lebih penting adalah, kompis berfungsi menyimpan air. 

Peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan diperlukan terobosan yang mengarah pada efisiensi usaha tani dengan memanfaatkan sumber daya local yang ada selain itu juga diperlukan adanya pelestarian lingkungan produksi termasuk mempertahankan kandungan bahan organic tanah dengan memanfaatkan sampah atau limbah pertanian lainnya.

Dengan demikian dapat dilihat betapa banyak manfaat sampah organik jika dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Namun, realita di lapangan menyatakan betapa kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat khususnya petani akan potensi tersebut. Termasuk pemerintah cq: Kementerian Pertanian tidak memanfaatkan sampah organik ini sebagai penunjang utama pertanian organik di Indonesia.

Ketidaksadaran akan kecenderungan penggunaan pupuk kimia (anorganik) yang dianggap lebih efisien dan mudah didapat di mana saja akan memperosokkan kita lebih jauh ke dalam jurang permasalahan pertanian yang tidak terkira. Karena bagaimana pun juga penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan kerusakan unsur hara tanah, yang merupakan media paling lengkap tempat hidup tanaman sebagai satu-satunya produsen di muka bumi ini. Oleh karena itu, sangatlah penting merubah paradigma masyarakat kita bahwa penggunaan sesuatu yang instant dalam jangka panjang tidak selalu baik. Demikian juga dengan penggunaan pupuk anorganik.

Harus ada pengganti atau substitusi dari pupuk kimia dan jawaban yang tepat adalah pupuk organik berbasis sampah. Selain beberapa keunggulan yang telah disebutkan di atas, cara membuat pupuk ini sangatlah mudah, apalagi bahan bakunya adalah sampah organik dan limbah pertanian  yang sangat melimpah.

Lalu keuntungan besar apalagi yang harus dicari jika kita dapat mengubah sampah menjadi emas (kompos)?. Kesadaran inilah yang harus ditanamkan pada seluruh masyarakat khususnya petani di negeri (Indonesia) super agraris ini.

Solusi (mungkin kita perlu diskusikan disini agar bisa menjadi solusi kepada petani dan pemerintah/LSM termasuk pihak swasta) al:

1.Perlu perubahan paradigma petani akan pemakaian pupuk organik (paradigma tentang kelola sampah atau limbah pertanian), Ini merupakan kerja keras, namun “harus” dilakukan, karena ini merupakan titik awalnya.

2.Pemerintah atau swasta termasuk LSM/NGO lingkungan perlu mengadakan pelatihan tentang pengelolaan limbah padi (jerami/sekam) atau pengelolaan sampah menjadi pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia. Khususnya dari pemerintah perlu penjelasan yang serius (dukungan penuh) tentang hal ini. Serta melibatkan unsur pemuka agama (diskusi tentang sampah sekaitan dengan perintah agama tentang kebersihan)

3.Aktifkan kembali pola Sumbang Saran atau Tudang Sipulung (Kelompok Tani) agar pelaksanaan program ini dapat dengan mudah terealisir. Mengganti atau Subtitusi dari pupuk kimia ke organik ini memerlukan biaya tinggi, maka dibutuhkan kerjasama oleh semua pihak, khususnya para petani itu sendiri.

4.Pemerintah seharusnya membangun atau mendirikan DemoPlot pengelolaan limbah/sampah menjadi pupuk organik dan biogas di masing-masing Desa/Kelurahan sentra penghasil padi, dengan libatkan secara langsung unsur swasta/LSM/Pers bersama penyuluh lapangan pertanian (kerja bareng atau disatupaketkan) dengan maksud “misi yang sama” (ini yang perlu dicermati dan dilaksanakan oleh pemerintah), akhirnya terjadi pola pikir dan pola tindak bersama yang konstruktif.

5.Menciptakan Industri di masyarakat (home industri) sekaligus menanggulangi pengangguran, meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Serta memampukan masyarakat dalam mengelola Sampah dan Limbah Pertanian, misalnya Jerami, rumput atau sampah kota, kotoran hewan (kohe) dan secara umum akan lebih mengerti dan terpanggil untuk mengelola sampah tersebut secara benar, adil dan bijaksana serta mandiri.

6. Reformasi pendirian dan manajemen koperasi tani. Ciptakan koperasi tani yang beranggotakan khusus petani dan pendukung riel, baik dalam kelompok pengelola sampah maupun kelompok tani yang ada. Jangan campur aduk keanggotaan, jangan jadikan anggota hanya formalitas saja. Ini yang menghambat laju atau tumbuh-kembangnya koperasi itu sendiri (terkesan koperasi hanya papan nama). Kaitkan koperasi tani dan koperasi Bank Sampah, yang bisa dibentuk secara bersamaan atau tunggal (masing-masing membentuk koperasi) yang bersinergi tentunya.

7. Ciptakan dan produksi pupuk organik ber SNI Pupuk Organik Indonesia. Jangan asal produksi tanpa pendampingan di tingkat masyarakat.

8.  Konversi subsidi Pupuk Organik menjadi Prasarana dan Sarana pengelolaan sampah menjadi pupuk organik. Biarkan masyarakat tani memproduksi sendiri kebutuhan pupuk organiknya, pemerintah hanya ciptakan regulasi yang mendukung dan fasilitasi dengan sempurna. Jangan memperdayakan petani tapi berdayakan petani agar mandiri. Dengan kunci utama sinergitas lintas kementerian.

9. Diharap pemerintah bila membuat/meluncurkan program, jangan terhenti dibatasan pencairan dana, lalu bagi habis dana program itu (orientasi proyek) tapi harus diikuti dengan pendampingan sampai memantau aplikasi atau realisasi dilapangan secara serius (orientasi program)….Kasian dana besar itu, mubadzir saja, petani tidak manfaatkan. Akhirnya petani susah bayar pajak. Pada muaranya petani tidak percaya dengan pupuk organik….Itu salah pemerintah sendiri…Tapi entahlah…??!!!

Mari kita bersama turut serta membantu para petani (komunitas terbesar di negeri ini) untuk mengubah paradigma dan memotivasi mereka mengenai pemanfaatan sampah dan lumbah pertanian agar lebih maksimal…..Mari bangun Pertanian Organik dari Desa. Ini harga mati bagi Indonesia bila tetap mau eksis pada percaturan perekonomian global (era konsumsi produk pertanian organik). Jangan Indonesia diam saja (terlambat) lagi, melihat kondisi ini dengan santai saja. Naudzubillah……Bagaimana pendapat Anda ?‎