Selesaikan Dua Kasus Restoratif Justice, Kajari Sidrap Beri Pesan Moril pada Kedua Pihak Ini

Selesaikan Dua Kasus Restoratif Justice, Kajari Sidrap Beri Pesan Moril pada Kedua Pihak Ini

SIDRAP, Penarakyat.com — Restorative Justice betul-betul sangat bermanfaat dan dirasakan keadilan bagi masyarakat.

Buktinya, Rabu (13/07/2022), dua berkas perkara penganiayaan berakhir dengan damai oleh kedua pihak tanpa harus melalui persidangan di meja hijau.

Kejaksaan Negeri Sidrap menghadirkan kedua belah berselisih dan masing-masing disaksikan perwakilan keluarga terdakwa Mondingnge alias Onding bin Lalling (57) dan Lamanda bin Lakambe (56), keduanya warga Kelurahan Majjeling kecamatan Maritengngae Sidrap.

Sesuai kasus penganiayaan kedua pihak saling melapor. Namun kasus ini berlanjut ke Kejaksaan sehingga kasus dicermati jika perkara tersebut berdasarkan pedoman Peraturan Kejaksaan RI nomor 15 tahun 2020 sebagaimana telah diperbarui dengan surat edaran nomor 1/E/EJP/02/2020, tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice dengan pasal 5 dimana kedua pihak saling melapor dianggap sudah memenuhi persyaratan yakni belum pernah dihukum dan ancaman hukumannya hanya dibawah 5 tahun.

Selanjutnya, pihak JPU Kejari Sidrap selaku fasilitator memediasi para pihak dan mencapai kesepakatan (perdamaian) secara kekeluargaan.

Awalnya, keduanya sempat dilakukan penahanan di Rutan dan mengalihkan status keduanya menjadi tahanan kota untuk kemudian dimohonkan persetujuan ke Jampidum Kejaksaan Agung RI melalui Pidum Kejati Sulsel.

Dan semuanya itu atas inisiatif para JPU Pidana Umum Kejari Sidrap sehingga permohonan RJ keduanya disetujui karena memenuhi syarat sebagaimana surat tertuang nomor : R-2402/P.4.4/Eoh.1/07/2022 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif justice.

Kemudian pada tanggal 12 Juli 2022 dilakukan gelar perkara atau ekspos oleh Kejari Sidrap, Kejati Sulsel dan Jampidum Kejaksaan Agung RI menyetujui untuk melakukan penghentian penuntutan melalui restoratif justice krn memenuhi persyaratan serta melihat pertimbangan sosial yang juga berlandaskan azas kemanfaatan dan azas keadilan hukum kepada masyarakat.

Dan ditindaklanjuti oleh surat penghentian penuntutan sesuai nomor: 1610/P.4.30/Eoh.2/07/2022 atas Mondingnge alias Onding dan surat nomor: 1620/P.4.30/Eoh.2/07/2022 atas nama Lamanda,SAg.

Dalam proses penyerahan Restoratif justice, Kejari H.Samsul Kasim,SHMH, memberikan pesan Moril pada kedua pihak jika kasus dihentikan tanpa unsur paksaan dan proses ini sama sekali tidak dipungut biaya dari pihak manapun.

“Saya harapkan, dengan adanya RJ ini kedua pihak ini, tidak lagi memperpanjang perselisihan dan tidak saling dendam. Adapun yang sudah terjadi sebelumnya itu merupakan takdir berdua, silahkan hidup berdampingan dan damai,”ungkap Kajari H.Samsul berpesan moril dihadapan para pihak.

Samsul Kasim menjelaskan, pemicu awal kasus ini terjadi dimulai dari perceraian istri Lamanda bernama Rasni dan menikah siri dengan Mondingnge.

“Sekali lagi ini takdir kalian berdua, karena tidak menginginkan perceraian ini. Jadi ini semua jadikanlah pembelajaran dan tidak ada lagi perselisihan,”tandasnya.

Dikesempatan yang sama, kedua pihak Mondingnge dan Lamanda mengaku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Kejaksaan Negeri Sidrap dapat memfasilitasi proses hukum ini dengan waktu relatif singkat dan kedua pihak berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

“Saya bersyukur kasus kami ini nanti di Kejaksaan ada kata sepakat damai. Terimakasih banyak jajaran Kejari Sidrap ini tidak ada kami bayar sedikitpun, kami tidak bisa membalasnya,”ucap Mondingnge dan diamini Lamanda.

Menelisik kasus ini, yakni pelaku dan korban saling lapor karena keduanya.

Posisi kasusnya berawal ketika terdakwa datang ke rumah saksi Rasni dengan maksud untuk meminta uang, kemudian saksi Lamanda keluar dari rumah membawa sepotong besi berbentuk “T” dan langsung memukul terdakwa pada betis sebelah kiri yang mengalami luka gores dan bengkak.

Saat itu terdakwa langsung mengambil penutup pintu kandang ayam yang terbuat dari kayu tersebut lalu terdakwa memukul saksi Lamanda pada bagian wajah, kemudian Lamanda kembali memukul terdakwa dan mengenai tangan kiri terdakwa yang mengakibatkan luka tertusuk dan sakit.

Lalu terdakwa membalasnya dengan memukul memakai penutup pintu kandang ayam tersebut, kemudian terdakwa kembali kerumah. perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.

Selanjutnya, perkara atas nama terdakwa Manda bin Lakambe. Kasusnya berawal
Sabtu 21 Mei 2022 sekitar pukul 23.00 wita pada saat itu saksi Mondinge alias Onding bin Laling yang merupakan suami siri dari saksi Rasni menelpon saksi Rasni namun saksi Rasni tidak mengangkat telpon tersebut.

Kemudian saksi Mondingnge datang kerumah terdakwa yang beralamat di Jl. Pendidikan Kelurahan Majjeling, Kecamayan Maritengngae, Sidrap yang mana saksi Rasni juga tinggal dirumah tersebut dengan maksud untuk meminta uang kepada saksi Rasni.

Namun saat itu, saksi Rasni tidak bersedia memberikan uang tersebut yang mana pada saat itu terdakwa sudah marah-marah atau menggerutu dirumah bagian atas.

Kemudian ketika saksi Mondinge hendak pulang dan berteriak sempat berteriak “ASSU NOME YAKKO MASSENG ALEMU UROANE (keluar kalau kau anggap dirimu lelaki)”.

Selanjutnya terdakwa turun dan mengambil besi didekat pintu rumah kemudian terdakwa langsung memukul saksi Mondinge di kaki kiri bagian betis menggunakan sebatang besi sebanyak 1 kali lalu terdakwa kembali memukul namun saksi menangkis menggunakan tangan kiri.

Kemudian saksi Mondinge mengambil penutup kayu lalu memukul balik terdakwa sebanyak 2 kali kearah depan yang mengenai kepala dan badan terdakwa. perbuatan terdakwa diatur dan diancam Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.

Kado Pidum Kejari Sidrap Adhy Haryadi Annas menambahkan sesuai arahan Kejagung RI H. Burhanuddin jika pemberian RJ itu atas asas keadilan sosial pemberian penghentian penuntutan pertimbangan antara lain:

1. Para Terdakwa baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum;

2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

3. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Terdakwa telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

4. Terdakwa berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;

6. Terdakwa dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

7. Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif. (Eful/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *