Titipan Dari Timur Untuk Aksi 4 November DKI‎

image

Oleh : ‎M.Awaluddin A

Aksi damai yang direncanakan pada 4 November 2016 di DKI mengisi hampir dari semua kolom informasi, kami yang di timur juga menolehkan kepala untuknya. Dalam bayangan saya sebagai penggiat adminitrasi publik dengan konsentrasi digital di wilayah timur Indonesia, bahwa kepemimpinan dan digital semakin mengikat.

Disiplin ilmu Administrasi Publik disuguhkan bahasan tentang kepemimpinan tansformasional dimana kajiannya menggugah pakar adminitrasi publik untuk terus menemukan pola dan pengembangannya termasuk menghubungkan dengan “Innovation Reformation Administration (IRA)”.

Dalam berinovasi beberapa pimpinan daerah mengusung isu transparansi dan mengawinkannya dengan digitalisasi sebagai suatu bentuk transformasi. DKI dengan Qlue dan E-Budgetingnya, Bandung dengan E-Comanndernya dan beberapa aplikasi lokal, Surabaya dengan E-Governmentnya, Bayuwangi, dan termasuk Makassar dengan Smart Citynya.

Menjadi pemimpin transformasional sangat dibutuhkan untuk menyelaraskan dengan kebutuhan dan kebiasan baru masyarakat, dukungan konektivitas akses internet pun kelihatan semakin menyeluruh termasuk di Sulawesi Selatan. Hal ini menjadikan tantangan baru buat para pemimpin daerah termasuk pemerintahan Jokowi.

Pemimpin transformasional yang inovatif tidak terlepas dari konsep dasar pemimpin itu sendiri dimana adopsi digitalnya yang arusnya dari barat juga butuh filter yang sangat baik dan kearifan lokal. Keraifan lokal dimana etika dan bhinneka tunggal ika menjadi bagian yang sangat dibutuhkan.

Fungsi dari pemimpin secara umum diantaranya menciptakan visi, mengembangkan budaya organisasi, menciptakan sinergi, menciptakan perubahan yang positif, memotivasi para pengikut, memberdayakan pengikut, mewakili sistem sosial, manajer konflik dan membelajarkan organisasi. (Wirawan, 2013).

Berkenan dengan fungsi pemimpin dimana mengajukan konsep transormasionalnya dengan mengusung digitalisasi telah dipaparkan dalam beberapa tulisan diantaraya OMB (Office of Management and Budget- Excecutive of the President of the United State) 2002 tentang strategi E-Government.  Mengelompokkan tentang pola komunikasi digital pemerintahan menjadi G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business), G2G (Government to Government) dan IEE (Internal  Efficiency and Effectiveness). Dimana kominukasi digital ini bagi pemerintah dianataranya bagaimana oraganisasi Pemerintah berkomunikasi dengan masyarakat, dengan sektor swasta, dengan sesama organisasi pemerintahan dan antar anggota organisasinya.

Selanjutnya dalam kajian UNESCO berkolaborasi dengan Communication and Information (CI) in Asia tentang E-Government (2006), memaparkan evolusi government mulai dari konvensional, elektronik dan Ubiquitos Government . Dimana dalam penjelasannya konvensional yang masih menggunakan fax dan layanannya terikat jam kerja, e-government dengan layanan 24 jam meski harus terkonseksi hanya melalui komputer (PC) dan internet dan U-governmnet dengan respon 24 jam dengan mobilitas tinggi termasuk dengan menggunakan smartphone.

Sangat mengikat antara siklus pemerintah,sektor swasta, organisasi masyarakat yang meminta pemimpin mengolaborasikan dengan sangat baik termasuk dalam konteks komunikasinya dengan media digital.

Akses informasi saat ini terlihat sangat padat dengan kegiatan untuk merespon komunikasi digital. Dimana pembesar negara ini juga ikut bergerak meresponnya, terlihat bahwa untuk membendung kekuatan digital ini sedikit kewalahan. Jokowi, Prabowo sampai SBY bergerak merespon derasnya efek digital yang ada.
Digitalisasi yang dijadikan senjata oleh pertahana DKI dengan E Budgeting saat penentuan APBD dengan Pergub dan respon “bottom up” melalui aplikasi Qlue sebagai produk digital juga berbuah lain saat kecepatan digital menjalar mengenai informasi penafsiran Al Maidah 51. Sampai pada perangkat-perangkat penting Negara kewalahan untuk membendung responnya.

Adalah media sosial sebagai produk digital terfavorit menjadikan “meme” dan potongan-potongan video youtube bergerak mengakar bagai kanker ganas dan menjadi trending topic ataupun viral. Media massa cetak, elektronik dan media online pun berjibaku untuk membendungnya.
Mantan seteru Jokowi dan prabowo dipaksakan untuk berdiplomasi, Prabowo pun keliling membawa pesan sampai ke PKS. SBY dua hari terakhir juga bergerak ke Kantor Menko Polhukam yang katanya sebagai kujungan saling sapa antar sesama mantan dan pejabat Menko Polhukam, hingga Mantan presiden ini menjenguk mantan wakilnya JK.

Paradigma kepemimpinan dan digital semakin akrab. Sebagai orang yang konsentrasi kajiannya public administration dan digital di timur Indonesia, dari jauh menyikapi hal ini sebagai pembelajaran baru dalam dinamika politik dan tata bernegara maupun tata mengelola pemerintahan baik pusat maupun daerah.

Menyikapai proses pilkada DKI sampai menggiring Istana, melibatkan Bareskrim, rencana mengsorbankan Bromob, Densus dan membaurkan Polwan ke perkiraan kerumunan, membuat mantan Presiden bersafari, mantan rival memediasi ke partai koalisinya, oraganisasi Muslim dan ulama di ceramahi.

Dari sudut pandang yang jauh dari timur, saya melihat pentingnya pemimpin akrab dengan digital. Akrab dalam tatanan tahu lebih cepat, mengantisipasi lebih dini, memproyeksi sebab akibat digital lebih detail. Kecolongan taksi online semoga tidak merembes dengan pergerakan massa di aksi damai  4 November 2016 DKI ini.

Membenarkan upaya dengan menurunkan tim cyber di KPU dan Bawaslu, menurunkan tim cyber Polri merupakan upaya yang sangat maju, tetapi perlu diakui masyarakat dan organisasinya tidak kalah cepat memanfaatkan digital ini. Penelitian tentang penataan digital telah disajikan lebih dari 10 tahun yang lalu.

Selain digital sebagai pendongkrak kepopuleran pemimpin transformasional, tatanan fungsi kepemimpinan pun baiknya tidak ikut digeser. Nilai-nilai dasar maupun fungsi kepemimpinan dengan kearifan lokal dan etika juga baikya dijaga, sekiranya aman dengan ditelannya informasi negatif oleh digitalisasi seperti kejadian saat ini. 
Sangat setuju bahwa negara ini butuh perubahan, bahwa negara ini ingin bebas dengan korupsi, butuh kepemimpinan transformasional dan digitalisasi, namun juga tanpa menggeser Pancasila, menggeser nilai luhur akan dibentuknya negara ini, nilai-nilai luhur peradaban nusantara maupun Bhinneka Tunggal Ika.

Sedikit titipan dari timur, buat para pemimpinku yang ada disana, kami menitipkan harapan kiranya keadilan tetap ada bumi Indonesia ini, keadilan yang tidak menjadikan politik mengambil alih posisi hukum di negara ini. Intervensi struktural, intervensi partai, intervensi organisasi mohon dijadikan intervensi untuk kebersamaan dalam keragaman. Percayalah kontrol sosial dengan sebutan “digital” akan semakin memungkinkan percepatan kedua arah bagai pisau bermata dua. (*)‎

Penulis adalah anak muda biasa dari Kabupaten Bone yang sekarang tercatat sebagai
Mahasiswa Pascasrajana program Kebijakan dan Administrasi Publik U‎niversitas Negeri Makassar Angkatan 2014,‎ juga aktif memberi masukan dalam pengelolaan distribusi Telkomsel Wilayah Luwu Raya dan Toraja Utara, ‎Aktif di OKP Lokal Lamappatunru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *