Oleh : Subarman Salim
Menantang Puang Baso jadi topik menarik jelang Pilkada. Ini menandakan riak demokrasi masih hidup. Jadi, kekuatiran minimnya calon pemimpin, perlahan-lahan mulai terjawab.
Pilkada penting dibicarakan dalam konteks pembelajaran politik. Dalam frame lokal, nilai-nilai endegenous lokal diharapkan tetap terjaga, sehingga mereka yang berbeda pendapat dan pilihan tidak saling hujat dan tidak memendam benci.
Demokrasi perlu dibicarakan oleh siapapun. Karena sejatinya, tak ada sesuatu yang datang dengan gratis, semua harus diupayakan, juga pemimpin, tentu saja.
Bagaimana dengan Puang Baso? Sebenarnya dalam perspektif partai, Puang Baso tidak begitu kuat. Selama dua periode terakhir, Golkar tidak lagi sedominan dulu. Apalagi, selama ini Puang Baso tidak mampu menjadi refresentasi dari Partai Golkar.
Artinya, anggapan yang selama ini mengatakan bahwa Puang Baso dianggap lebih besar dari Golkar, bisa jadi ada benarnya. Bahkan saat kampanye 2014 lalu, orang-orang beranggapan, apapun partainya Puang Baso akan jadi pemenangnya.
Nah, kondisi internal Golkar inilah yang memang membuat celah bagi Andi Irwandi untuk mengambil posisi sebagai penantang. Karena, jika PAN bisa solid dengan komposisinya saat ini, melihat di kabupaten dan perwakilannya di provinsi, jelas kans berhadapan dengan Golkar cukup signifikan. Apalagi tentu saja akan makin kuat jika berhasil merangkul Gerindra, Nasdem dan Hanura.
Ketika Golkar pecah, memang bukan indikasi Puang Baso bakal jatuh pamor di mata warga. Apalagi, selama ini citranya tak tergoyahkan dengan beberapa penghargaan dan rajinnya turun menyapa warga.
Ketika Golkar pecah, bagi calon penantang bisa melakukan manuver politik lebih variatif. Misalnya bergabung dgn pecahan Golkar, atau ikut andil dalam memecahkan Golkar dari dalam.
Menghitung peluang politik sebenarnya tidak terlalu sukar. Bisa lewat survei, atau menggunakan rumus sederhana perwakilan partai di legislatif. Jika, seorang mampu setidaknya berada pada level 20% elektabilitas, itu dianggap layak untuk dikelola menjadi penantang serius bagi petahana.
Yang menarik adalah, banyak yang beranggapan bahwa Andi Irwandi tantang Puang Baso ibarat murid menantang guru. Tapi, bukankah yang paling paham kelemahan seorang guru adalah muridnya yang paling tekun?