MEDAN, Penarakyat.com — Saksi kasus dugaan unsur suku, ras, agama dan antara golongan (SARA), Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Karo,Syarifin Bangun, menduga jika proses hukum yang kini dihadapinya terlalu dipaksakan penyidik Polres Tanah Karo. Ia menduga, ada big power (kekuatan besar) yang kini sedang membidik dirinya untuk kepentingan politik di Kabupaten Tanah Karo.
“Saya sekarang terperiksa sebagai saksi kasus UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE ) isu SARA di Polres Tanah Karo, padahal saya tidak ada menyinggung soal suku, ras, agama ataupun antar golongan siapun di media sosial. Jadi inikan sangat aneh, seperti dipaksakan. Apa mereka takut karena saya aktif di media sosial, karena ini sudah mendekati pemilihan kepala daerah (pemilukada) di Kabupaten Tanah Karo,”jelas Syarif kepada wartawan saat ditemui di kediamannya di Jln Ngumban Surbakti Medan,Senin (5/10).
Pria yang kerap disapa ‘Tentara Langit’ inipun juga mempertanyakan tentang kepentingan dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Karo, Sipken Ginting dan Raja Mahesa Tarigan yang ikut campur dalam kasus yang kini sedang dihadapinya. Selain itu, sambung dia, apa juga kepentingan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karo, Benyamin Pinem, yang diduga telah menginterpensi Sekda Kabupaten Karo untuk mengeluarkan surat menyatakan dirinya bersalah melanggar undang-undang ITE.
“Ada apa, kenapa. Inikan aneh. Apa kepentingan mereka. Dan lucunya, Sekda Tanah Karo mengeluarkan surat negara untuk menyetakan saya bersalah, padahal saat itu belum ada proses hukum di Polres Karo. Hingga kemudian Sekda Tanah Karo pun menginterpensi kasus saya tersebut untuk diproses di Polres Tanah Karo,”kesalnya seraya mengatakan Raja Mahesa adalah anak dari mantan Kadis Perkim, Candra Tarigan (tersangka korupsi dana Tempat Pembungan Sampah Akhir (TPA) 1, 4 Milyar tahun 2017).
Tak sampai disitu, setelah kasus tersebut sampai ke tangan Polres Tanah Karo, pihak penyidik diduga juga telah melakukan kewenangan berlebihan terhadapnya. Sebab, dia bilang, penyidik menyita handphone pribadinya setelah enam bulan kasus tersebut berjalan.
“Kasusnya bulan April 2020, sedangkan HP saya disita tanggal 17 Septenber 2020. Kan aneh, padahal saya tidak ada transaksi narkoba, tidak ada transaksi judi togel dan judi lain, tidak ada terlibat jaringan teroris, bukan juga pelaku perdagangan wanita dana anak, apalagi perdagangan alat-alat covid-19. Tapi HP saya disita, kan aneh ini, dan ini jelas tidak boleh karena telah merampas hak asasi manusia (HAM) saya sebagai warga negara Indonesia,”ungkapnya.
Anehnya lagi, ditambahkannya, kenapa Danu Sibayang (Mantan Jaksa Penuntut Umum Jakarta Pusat yang dipecat Jaksa Agung atas kasus sabu 20 Kg tahunn 2006, atas nama terdakwa, Haryono) ikut campur dalam kasusnya. Bahkan, kata dia, Danu meminta ketua DPRD Karo untuk mengambil surat sakit jiwa dirinya dan memberikan iming-iming sejumlah uang dan jabatan strategis kepadanya.
“Ada apa, apa saya orang gila. Dipaksa untuk mengeliarkan itu. Belum lagi ada nada ancaman dari pejabat BUMN kepada saya, AS. Inikan aneh, bahkan sangat aneh. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah dalam hal ini Kapolri dan Kapolda serta instansi terkait untuk melihat hal ini. Karena semua ini sudah sangat diluar dugaan dan tidak berperi kemanusiaan,”tandasnya sembari mengatakan memiliki semua bukti yang ia katakan, termasuk rekaman dan bukti-bukti lain.
Sebelumnya, Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Karo,Syarifin Tarigan, dilaporkan empat kepala Desa Kecamatan Juhar Kabupaten Karo, Senin (27/4) lalu. Dia dilaporkan atas kasus dugaan Isu SARA di media sosial facebook. Padahal, dia tidak ada menyebut ataupun menyinggung soal suku, ras, agama dan antara golongan (SARA). (Leo/Ahmad)