WAJO, PenaRakyat.com – Rencana kegiatan Pisah Tamat siswa kelas XII SMA Negeri 7 Wajo menuai polemik. Kegiatan yang awalnya dirancang dengan berbagai rangkaian acara kini dibatalkan, menyusul desakan keras dari para orang tua siswa. Namun, persoalan baru muncul: pembayaran yang telah dilakukan oleh para siswa belum juga dikembalikan.
Seorang orang tua siswa yang tergabung dalam Persatuan Orang Tua Siswa Kelas XII menjelaskan bahwa sebanyak 405 siswa sebelumnya diminta membayar sejumlah dana untuk mendukung pelaksanaan acara. Di antaranya, biaya Ramah Tamah sebesar Rp230.000, Last Porseni Rp50.000, dan Last Ceremony Rp50.000.
Bahkan di tahap awal, total pungutan direncanakan mencapai Rp630.000 per siswa. Nominal tersebut memicu protes dari banyak orang tua hingga akhirnya disepakati penyesuaian menjadi Rp330.000.
Tiga agenda utama telah dijadwalkan, yaitu Last Porseni pada 15 Desember 2024, Last Ceremony pada 24 Februari 2024, dan Ramah Tamah pada 18 Mei 2025. Namun, sebelum kegiatan dilaksanakan, panitia telah lebih dulu menagih pembayaran dengan berbagai cara yang dinilai memberatkan orang tua.
Ironisnya, panitia Ramah Tamah diketahui tidak memiliki Surat Keputusan (SK) resmi dari pihak sekolah saat mulai melakukan penagihan. Hal ini menambah kekecewaan para orang tua, yang merasa terbebani tanpa dasar hukum yang jelas.
Merespons situasi ini, pada April lalu, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menggelar rapat virtual bersama seluruh kepala sekolah. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa kegiatan Pisah Tamat tahun ini ditiadakan, sebagai bentuk respons atas keberatan orang tua siswa.
Kini, para orang tua menuntut agar pihak panitia dan sekolah segera mengembalikan seluruh dana yang telah dibayarkan. Jika tuntutan ini tidak ditanggapi, mereka mengancam akan membawa persoalan ini ke media sosial dan jalur hukum. Para orang tua menyebut, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) dan penggelapan.
Sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 368 ayat (1) serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001, pungli termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Satgas Saber Pungli juga mempertegas larangan pungutan tanpa dasar hukum yang sah.
“Kami hanya ingin keadilan dan pengembalian dana. Ini bukan soal besar kecilnya jumlah uang, tapi soal prinsip dan hak anak-anak kami,” tegas salah satu orang tua siswa.
Kepala SMAN 7 Wajo, Aminuddin, menegaskan bahwa dana kegiatan Pisah Tamat dikumpulkan dan dikelola langsung oleh siswa melalui bendahara angkatan. Pihak sekolah, kata dia, tidak memegang dana tersebut.
“Uang tersebut dikumpulkan oleh bendahara angkatan yang juga merupakan siswa. Sekolah tidak terlibat dalam pengelolaan dana itu,” ujar Aminuddin.
Ia menjelaskan bahwa pembatalan kegiatan dilakukan setelah adanya imbauan dari Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam imbauan itu ditegaskan bahwa jika kegiatan Pisah Tamat dianggap memberatkan, maka sebaiknya tidak dilaksanakan. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh SMA di Sulsel.
“Setelah adanya imbauan tersebut, kami meminta kepada siswa untuk mengembalikan dana kepada teman-teman mereka yang sudah menyetor uang,” tambahnya.
Tinggalkan Balasan