OPINI, PENARAKYAT.COM-Peringatan Hari Hijab Sedunia jatuh pada tanggal 1 Februari kemarin.
Nazma Khan adalah seorang muslimah yang menggagas momen tersebut.
Khan adalah muslimah asal Bangladesh yang hijrah ke New York saat usia 11 tahun.
Dibalik peringatan hari hijab sedunia, ada pelajaran leadership, sebuah kobaran semangat, kepeloporan dari seorang Nazma Khan.
Semangat untuk melepaskan diri dari diskriminasi yang dialami oleh muslimah yang berhijab.
Upaya remaja muslimah ini untuk melepaskan diri dari kungkungan diskriminasi muslimah yang berhijab saat itu, sungguh gigih. Khan tampil percaya diri dengan hijabnya sekalipun dibully oleh teman-temannya dengan panggilan Osama bin Laden, Batman, Ninja atau dijuluki sebagai teroris. Lingkungan yang tidak kondusif itu, tidak membuat Khan serta merta melepas hijabnya. Tapi dari kondisi tertekan seperti itu, Khan bisa tampil “melawan” lingkungannya.
Berkat rasa percaya dirinya, Khan berhasil meyakinkan publik bahwa hijab tidak identik dengan teroris.
Penulis tertarik mengangkat tema ini, karena sangat relevan dengan kondisi bangsa kita akhir-akhir ini yang medianya diserang “teroris”.
Sampai-sampai terkesan mendiskreditkan agama tertentu dalam agenda pemberantasan teroris. Buku-buku agama tertentu dicurigai, simbol-simbol dan pakaian agama tertentu juga dicurigai sebagai biang teroris.
Khan di New York sana berhasil menghapus stigma itu dengan hijabnya.
Bagaimana dengan kita di Indonesia ?
2. Semangat untuk meyakinkan publik bahwa hijab itu bukan hanya milik kaum muslim tapi juga non muslim.
Khan tampil memperkenalkan hijab dengan sudut pandang yang berbeda.
Khan menggunakan pendekatan kemanusiaan, tatanan kesopanan dalam berpakaian. Khan menggunakan nilai-nilai sosial, nilai-nilai universal dalam memperkenalkan hijab.
Sehingga Khan berhasil menggalang masyarakat non muslim untuk memakai hijab bersama pada tanggal 1 Februari 2013 silam.
Tentu saja kita harus mengapresiasi upaya Khan membumikan hijab. Ada cara pandang yang unik yang telah dilakukan oleh Khan dan berhasil menggalang simpati dari muslim dan non muslim di 50 negara. Informasi tentang gerakan Khan di media sosial pun telah diterjemahkan ke dalam 22 bahasa.
Khan berhasil meyakinkan perempuan non muslim bahwa memakai hijab tidak harus masuk Islam, karena hijab itu tentang kesopanan dalam berpakaian, tentang kesantunan dalam perilaku.
Sangat banyak nilai-nilai Islam, ajaran dalam Al-Qur’an yang bersifat universal. Butuh kepiawaian para da’i mengemasnya, sehingga nilai-nilai tersebut diterima oleh semua kalangan.
Khan sudah membuktikannya. Remaja muslimah ini sudah mengajari kita, menyadarkan kita tentang hal tersebut.
3. Media sosial sebuah sarana komunikasi yang sangat efektif.
Gerakan Khan untuk membebaskan diri dari diskriminasi karena hijabnya berbuah manis. Gerakan tersebut digaungkan melalui media sosial dan disambut gempita oleh dunia.
Lahirlah Hari Hijab Sedunia.
Apa medianya? Media sosial.
Khan tidak perlu tampil di majalah ternama New York, Khan tidak butuh dana besar untuk memobilisasi gerakannya, cukup dengan seruan di akun miliknya, tentang kisah-kisahnya diperlakukan diskriminatif dalam lingkungannya hanya karena berhijab.
Masih ingatkah kita terhadap revolusi Mesir ? Perlawanan rakyat Mesir akhirnya berhasil menumbangkan Husni Mubarak, berawal dari media sosial. Seruan perlawanan rakyatnyapun melalui media sosial. Sungguh, media sosial sebuah kekuatan yang tak terabaikan.
Kembali Khan membuktikan hal itu.
Khan berhasil membalik sebuah tantangan menjadi sebuah peluang. Dan Khan berhasil menjadi ikon, tokoh hijab sedunia.
Jika sekiranya John C Maxwell membaca berita tentang Khan, niscaya dia akan memasukkannya dalam tulisan kisah-kisah kepemimpinan. Karena Khan memiliki apa yang Maxwell sering ungkapkan dalam buku-buku edisi kepemimpinannya.
Khan mampu bangkit sebagai pemimpin ditengah masalahnya, Khan berhasil menjadikan tantangannya sebagai peluang, Khan tidak menghindari masalah. Khan luwes, Khan berhasil menemukan momennya, Khan punya visi. Khan pun berhasil memahami apa yang dikatakan oleh John W. Gardner : “Jika saya harus menyebutkan satu-satunya instrumen kepemimpinan serba guna, itu pasti komunikasi”.
Kemudian Maxwell mengatakan : “Jika Anda cukup sering membaca buku-buku kepemimpinan yang saya tulis, mungkin Anda tahu bahwa saya percaya bahwa segala sesuatunya ditentukan oleh kepemimpinan. Yang belum saya sebutkan adalah bahwa kepemimpinan sangat ditentukan oleh komunikasi”.
Sri Rahmi , Anggota DPRD Sul-Sel
Www.bundarahmi.blogspot.com